Hidup Waswas di Atas Tanah Bergerak

Panjang luncuran longsor kini sudah mencapai lima kilometer dengan lebar 200 meter.

oleh Aris Andrianto diperbarui 02 Apr 2016, 15:22 WIB
Tanah longsor Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Jawa Tengah (Liputan6.com/ Aris Andrianto)

Liputan6.com, Banjarnegara - Ramidi terburu-buru mengemasi barang-barangnya yang tersisa. Dia akan meninggalkan rumahnya untuk menghindari tanah longsor di Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Jawa Tengah. Rumah tetangganya sudah rata dengan tanah.

Di ujung gang, mobil bak terbuka sudah menanti pria 60 tahun itu. "Saya takut rumah saya ikut terbawa longsor," kata dia, Jumat 1 April 2016.
 
Tanah yang ia tempati selama ini, sejak Jumat pekan lalu, perlahan-lahan bergerak. Jarak luncurannya sudah mencapai lima kilometer.

Berbeda dengan longsor Jemblung pada tahun 2014 yang menewaskan 108 orang, bencana alam kali ini terjadi perlahan. Tidak dalam hitungan detik, sehingga penduduk setempat bisa mengungsi terlebih dahulu.

Rumah tetangga Ramidi sudah rata dengan tanah. Perlahan hancur karena tanah tempat bangunan berdiri, sudah bergeser ratusan meter. Begitupun dengan jalan utama di desa itu, tinggal serpihan aspal yang terlihat. "Kami harus memutar empat jam untuk ke Banjarnegara atau naik bukit di atas mahkota longsoran," ujar Ramidi.

Komandan Operasional Penanganan Bencana Clapar, Kolonel Infanteri Bastari mengatakan, panjang luncuran longsor kini sudah mencapai lima kilometer dengan lebar 200 meter.

"Tim dari Badan Geologi akan mengukur kembali gerakan tanah itu agar presisi," kata dia saat ditemui Liputan6.com di Pos Komando Clapar.

Warga Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Jawa Tengah mengungsi karena tanah longsor(Liputan6.com/ Aris Andrianto)

Untuk mencapai Desa Clapar kini tak semudah sepekan lalu. Ada dua cara mencapai tempat ini. Pertama yakni mendaki bukit untuk menjelajah jalan setapak di atas mahkota longsoran. Cara ini berbahaya karena licin dan ancaman longsoran lain.

Cara kedua yakni jalan memutar melalui Kecamatan Karangkobar, Pejawaran dan Pagentan. Butuh waktu sekitar tiga jam dengan cara ini karena jalan yang berlubang dan ambles.

Bastari mengatakan, saat ini ada 20 rumah rusak berat. Selain itu, 33 rumah terancam rusak karena tanah masih bergerak.

Kepala Badan Penanganan Bencana Daerah Banjarnegara, Catur Subandrio di tempat yang sama mengatakan, saat ini jumlah pengungsi bertambah menjadi 296 jiwa atau 85 kepala keluarga.

"Mereka ini yang khawatir rumahnya akan terkena longsor juga setelah melihat pola longsoran," tutur dia.

Selain ditempatkan di lima tempat pengungsian, banyak pengungsi bencana longsor yang saat malam hari menginap di rumah kerabatnya. Sedangkan anak sekolah, dijemput oleh kendaraan TNI untuk diantarkan ke sekolah masing-masing.


Kondisi Pengungsi

Koordinator Pos AJU Clapar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara, Andri Sulistiyo mengatakan pengungsi, terutama lanjut usia dan anak-anak mulai terserang penyakit. Yang terbanyak adalah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Untuk itu, pihaknya menyediakan mendirikan Posko kesehatan untuk menangani kesehatan akibat cekaman cuaca. Posko ini beroperasi 24 jam penuh.

"Kalau di kebencanaan biasa ya kalau pengungsi. Karena tempat tidurnya dan apa saja yang tidak biasanya. Pasti ada beberapa kendala segala macam. Rata-rata ISPA itu ya. Pasti ada," ujar Andri.
 

Tanah longsor Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Jawa Tengah (Liputan6.com/ Aris Andrianto)

Andri mengatakan, pengungsi tinggal di rumah warga sebelum disediakan hunian sementara (huntara). Selanjutnya, seluruh pengungsi akan direlokasi ke perumahan permanen yang rencananya akan menggunakan tanah bengkok seluas tiga hektar milik Desa Clapar.

"Kami berikan rumah sewa. Kemungkinan kita juga akan buatkan huntara, atau bisa juga disewakan rumah. Ini kan kemungkinan ya," jelas dia.

Hingga saat ini pemerintah masih fokus pada tanggap darurat penanganan bencana longsor selama 14 hari yang dimulai Jumat pekan lalu.

"Sebetulnya sudah tersedia lahan relokasi, karena mereka kan memiliki dua rumah satu di atas dan satu di bawah. Ini kan wilayah terdampaknya wilayah relokasi yang dulunya nggak kena sekarang terkena longsoran," imbuh dia.
 
Menurut Andri, longsor Clapar Banjarnegara disebabkan tiga faktor utama. Pertama, elevasi atau tingkat kemiringan lokasi. Kedua, alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian sayur. Ketiga tekstur tanah gembur. Ini masih ditambah lagi dengan guyuran hujan terus menerus di Banjarnegara yang di atas rata-rata sebelum bencana longsor terjadi.

"Ada alih fungsi lahan dari perkebunan kehutanan menjadi lahan produktif berupa pertanian sayur," ucap dia.


Kisah Petani Salak

Salah satu yang paling terasa dampaknya dari longsor Clapar adalah petani salak pondoh. Mereka banyak yang kehilangan lahannya. Longsor menyebabkan putusnya jalan utama desa, ekonomi menjadi lumpuh.

Yusmin, 48 tahun, petani salak Desa Clapar mengatakan, untuk menjual salaknya, ia harus pergi memutar jalan lain yang lebih lama sekitar empat jam. Kendaraan pembawa salak harus melalui Kecamatan Pagentan, Pejawaran, Karangkobar baru ke Banjarnegara.

Yusmin mempunyai kebun salak sekitar setengah hektare. Ada 700 pohon yang ditanam di lahan itu. Setiap bulan, ia bisa dua kali panen. Sekali panen, Yusmin bisa mengantongi Rp 6 juta.

"Penghasilan PNS lewat deh," kata dia. Bahkan banyak yang berpenghasilan lebih dari Rp 10 juta sekali panen.

Hampir seluruh penduduk di desa itu, bertani salak. Selain itu, ada warga yang menjadi guru dan polisi. Sisanya memilih menjadi petani salak pondoh.

Dari pengamatan Liputan6.com, rumah penduduk Desa Clapar rata-rata bertingkat dan bagus. Rumah tersebut menjadi simbol kemakmuran desa.

Tapi kini, rumah mereka telah kosong. Harta benda mereka sudah diungsikan ke sanak famili. "Kalau malam kami sekeluarga mengungsi, apalagi kalau hujan deras, takut longsor membawa rumah kami," ucap Yusmin.


Salak Penyebab Longsor?

Mahasiswa dan dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto mengadakan survei lapangan untuk mencari penyebab terjadinya longsor di Desa Clapar Kecamatan Madukara Banjarnegara. Menurut temuan mereka, salah satu penyebab longsor adalah kebun salak.

"Sebagian besar lahan di lokasi tersebut ditanami pohon salak," ujar Dosen Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsoed, Fadlin.

Ia mengatakan, pemanfaatan lahan oleh warga merupakan salah satu faktor aktif yang memberi sumbangsih terjadinya longsoran. Pohon salak, kata dia, merupakan vegetasi yang memiliki karakter akar serabut. Akar seperti itu akan memperlemah daya ikat tanah. Tanah di bagian atas menjadi gembur, sehingga mengganggu kestabilan tanah tersebut.

Selain itu, kata dia, dilihat dari topografinya, sepanjang jalur alternatif Banjarnegara-Wonosobo memiliki kemiringan lereng yang cukup curam. Sedangkan dilihat dari karakter batuannya, Desa Clapar tersusun atas batuan pasir kasar tufaan hingga konglomerat (batuan sedimen klastik).

Tanah longsor Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Jawa Tengah (Liputan6.com/ Aris Andrianto)

Fadlin menambahkan, Desa Clapar berkembang struktur geologi yang cukup intensif berupa patahan geser yang berarah utara-selatan yang tepat melewati Desa Clapar.

"Hasil interpretasi kami bahwa jalan alternatif Banjarnegara-Wonosobo yang melewati Desa Clapar dibangun di atas sesar geser yang diyakini oleh ahli geologi sebagai zona lemah dengan kata lain litologinya memiliki tingkat kestabilan yang sangat rendah," kata dia.

Selain berbagai faktor tadi, kata dia, curah hujan yang tinggi juga berpengaruh terhadap terjadinya longsor. Air hujan yang meresap masuk melalui rekahan maupun pori-pori tanah akan menambah kadar air dalam pori tanah.

Atas temuan tersebut, kata dia, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara diminta untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya longsor di tempat lain. Pemerintah juga diminta untuk membuat pemetaan detail tentang penyebaran potensi rawan bencana longsor.

"Jangan menunggu korban jiwa berjatuhan baru yang akan melakukan aksi yang serius terhadap bencana longsor yang kerap sekali terjadi ini," kata Fadlin.

Fadlin mengatakan, sudah saatnya pemerintah melakukan pendataan serta pemetaan yang lebih detail dan sistematik terhadap daerah yang memiliki potensi bahaya longsor. Paling penting dilakukan adalah peta zona- zona bahaya longsor tersebut harus terintegrasi dengan tata guna lahan, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan fungsi lahan.

"Serta ke depannya dapat dijadikan guide untuk perencanaan pembangunan di Kabupaten Banjarnegara," Fadlin menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya