Ikan Melimpah, Mengapa Nelayan Marah?

Pascakebijakan Menteri Susi Pudjiastuti dalam memberantas pencurian ikan, kini para nelayan dapat merasakan melimpahnya ikan-ikan di laut.

oleh Muslim AR diperbarui 05 Apr 2016, 08:21 WIB
Para nelayan di pasar ikan Jempur, Komplek PPI Klaligi, Sorong, Papua Barat

Liputan6.com, Sorong - Para nelayan dapat merasakan melimpahnya ikan di laut pascakebijakan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait pemberantas pencurian ikan.

Kini, ratusan ikan tuna seberat 40-50 kilogram dapat mereka panen setiap hari. Namun, banyaknya ikan ini menimbulkan masalah baru.

Para nelayan bingung menjualnya ke mana. Terlebih, ada kebijakan tidak boleh menjual ke kapal asing. Seperti nelayan di Pasar Ikan Jempur, Komplek PPI Klaligi, Sorong, Papua Barat. Mereka menjejerkan tuna-tuna tangkapannya di pasar.

Sebelum moratorium dan pelarangan transhipment yang dikeluarkan Menteri Susi, ikan-ikan besar ini tidak dijual di pasar-pasar. Menurut keterangan belasan penjual, biasanya ikan tuna dengan ukuran besar itu langsung diekspor ke luar negeri.

"Sejak akhir tahun lalu (Oktober 2015), kami sudah sering jual ini (tuna), sebelumnya cuma baby tuna saja," ujar salah seorang penjual ikan, Yusak Lawuri pada Liputan6.com, Senin 4 Maret 2016 pagi, di Sorong.

Pada akhirnya, mereka menjual ke pengumpul dan Unit Pengolahan Ikan dengan harga rendah.

"Nelayan banyak, yang jual banyak, tapi tidak ada yang beli, jangan jadi penipu to, kita dilarang jual sama pabrik, tapi hasil banyak tidak ada yang beli," kata seorang nelayan, Iki Mai.

Menurut nelayan yang ditemui Liputan6.com, kebijakan Susi itu memicu konflik di kalangan sesama nelayan. Pasalnya, bantuan dari pemerintah dinilai pilih kasih.

"Kita tak dikasih bantu ka. Kenapa cuma nelayan dengan kapal besar saja dapat bantuan to? Kami nelayan tradisional mendayung dari tepi. Itu mereka sudah punya kapal, masih dibantu," teriak Derek, nelayan lainnya yang langsung menunjuk beberapa kapal katinting bantuan pemerintah di tepian dermaga.

Dia juga mengatakan banyak oknum pemerintah di Dinas Kelautan dan Perikanan di Kota Sorong yang memanfaatkan keadaan ini.

"Saya harus bayar Rp 2 juta untuk satu kapal katinting, sedangkan nelayan berkapal besar tidak bayar," kata Yusak.

Dari pantauan Liputan6.com, Pasar Ikan Jempur mulai aktif sejak pukul 04.00 WIT dan sudah mulai sepi pukul 08.00 WIT.

Kepala Pengawasan Pasar Ikan Jempur, Sani mengatakan pihaknya justru mendapat laporan tentang kenaikan penjualan ikan oleh nelayan. Namun, saat ditanya soal keluhan para nelayan itu, Sani pun kebingungan.

"Ya, mereka tentu harus bersaing sesuai dengan harga yang mereka sepakati sesama nelayan," ujar Sani.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya