Liputan6.com, Jakarta - Kini warga Jakarta dapat bernapas lega karena tak lagi terbebani biaya pemakaman yang mahal. Mereka yang menguburkan jenazah keluarganya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI hanya dikenai biaya retribusi maksimal Rp 100 ribu per 3 tahun.
Pembayaran itu pun harus dilakukan melalui Bank DKI atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang ada di kantor kelurahan atau kecamatan. Hal itu untuk menghindari permainan calo dan keterlibatan oknum Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI yang memungut biaya secara liar.
Pemprov DKI bahkan memberikan subsidi untuk gali dan tutup penguburan, pemakaian tenda, kursi, dan sound system. Sementara biaya retribusi, peti atau dinding ari, dan pengurusan jenazah ditanggung ahli waris.
"Sebenarnya dari dulu biaya retribusi paling mahal ya Rp 100 ribu. Cuma dulu sebelum ada PTSP banyak yang bayar lewat calo, ada oknum yang bermain, makanya mahal," ucap Kepala TPU Tanah Kusir Abdul Rachman kepada Liputan6.com, Jakarta Selatan, Selasa (5/4/2016).
Baca Juga
Advertisement
Terhitung sejak 1 Januari 2015, seluruh pembayaran dilakukan melalui PTSP. Dengan begitu tak ada lagi pungutan liar yang dilakukan calo atau oknum pegawai yang nakal. Namun ternyata biaya pemakaman bagi sebagian orang tetap mahal.
"Karena kadang-kadang ahli waris ada yang minta disediakan tenda lebih besar, lebih bagus. Kita sebenarnya punya tenda subsidi, tapi kondisinya udah jelek," tutur Rachman.
Ada pula ahli waris yang menginginkan agar kuburan almarhum langsung diberi batu nisan dan rumput. Plaketisasi itu yang membuat biaya pemakaman terlihat cukup besar.
"Memang ada ahli waris yang minta disiapkan dinding ari dari pemakaman saja. Ada juga dulu itu yang minta sepaket sama rumput, batu nisan, jadi diglobal. Jadi itu mungkin yang terkena biaya tinggi," papar dia.
Saat ini pengelola TPU Tanah Kusir membuat kebijakan baru terkait plaket kuburan atau penempatan batu nisan dan rumput. Terhitung mulai Jumat 31 Maret 2016 plaketisasi tidak bisa dilakukan langsung secara global dan harus menunggu minimal 3 bulan setelah jenazah dikebumikan.
"Plaket sekarang juga diseragamkan. Tidak ada lagi yang ditembok atau dibangun dengan nisan yang megah. Jadi cukup batu nisan untuk nama jenazah dan rumput saja," tutur Rachman.
"Tujuannya biar memudahkan resapan air, memudahkan makam ditumpang (jika retribusi tak diperpanjang), serta terlihat hijau, indah, dan teratur," sambung dia.
Saat ini, pemerintah juga telah menugaskan sejumlah pekerja harian lepas (PHL) untuk merawat makam di beberapa TPU di DKI. Mereka bekerja sebagai tukang gali-tutup kubur serta merawat rumput dan kebersihan di pemakaman.
"Memang ada yang pesan sama tukang kebersihan khusus. Tapi ini sekarang wacananya mau dihabisin, soalnya udah ada PHL," pungkas Rachman.
Biaya Mencapai Rp 2 Juta
Abros (63) salah satu ahli waris yang tengah berziarah mengaku senang dengan kebijakan Pemprov DKI saat ini. Biaya pemakaman saat ini relatif lebih murah. Ahli waris juga tak perlu khawatir berhadapan dengan oknum-oknum pegawai yang melakukan pungutan liar.
"Saya lihat sekarang memang jauh lebih bagus. Kalau dulu saya sampai habis sekitar Rp 2 jutaan ngurus pemakaman bapak saya di sini," ucap dia.
Pada 1993, pria asal Banten itu mengaku kerap terbentur dengan panjangnya birokrasi izin pemakaman. Prosedur yang berbelit-belit itu membuat tak sedikit ahli waris terpaksa manggunakan jasa calo untuk mengurusnya, meski harus mengeluarkan biaya lebih.
"Dulu kita sering dipersulit. Kalau nggak salah untuk biaya retribusi 3 tahunan saja saya habis sekitar Rp 500 ribu," ungkap Abros.
Kini biaya retribusi pemakaman harus dibayarkan melalui Bank DKI atau PTSP. Dengan begitu tak ada lagi calo yang bermain. Pemerintah juga memberikan subsidi berupa gali-tutup kubur, fasilitas tenda, dan perawatan makam. Pemprov DKI bahkan menggratiskan biaya pemakaman dan memberikan bantuan untuk warga kurang mampu.
"Ini jelas menguntungkan sekali buat kami warga yang kurang mampu," pungkas Abros.
Advertisement