Liputan6.com, Jakarta - 'Panama Papers' menggemparkan dunia. Jutaan dokumen milik perusahaan berbasis hukum di Panama, Mossack Fonseca, bocor ke publik. Skandal yang diungkap Konsorsiun Wartawan Investigasi Dunia (ICIJ) ini memberi gambaran perilaku orang-orang kaya dalam menghindari pajak.
Lionel Messi, pesepak bola ternama asal Argentina dilaporkan termasuk di dalamnya. Pemain andalan Barcelona itu diduga ikut mengemplang pajak dengan mendirikan perusahaan Mega Star Enterprises Inc di Panama bersama ayahnya. Perusahaan ini diduga sebagai salah satu perusahaan fiktif milik Messi yang sedang diselidiki di Spanyol atas tuduhan penggelapan pajak.
Menurut laporan dari Panama, perusahaan itu didirikan Messi bersama ayahnya sehari setelah otoritas pajak Spanyol menyebut La Pulga telah mengemplang pajak senilai 4,1 juta euro.
Baca Juga
- Jelang Liga Champions, Barcelona Sibuk Urusi Neymar
- Penunjukan Antonio Conte Tidak Masuk Akal
- Barcelona Vs Atletico: Blaugrana Tuntaskan Dendam
Advertisement
Messi keberatan dengan tudingan tersebut. Dia bahkan mengancam akan memperkarakan media yang mengaitkan namanya dengan 'Panama Papers'. (Lihat berita lengkapnya di sini).
Namun terlepas dari keterlibatan Messi, sektor pajak merupakan momok bagi pesepak bola yang merumput di Eropa. 'Upeti' resmi bagi pemerintah ini bahkan tidak jarang mempengaruhi perpindahan pemain. Demi potongan yang lebih kecil, tak jarang pemain top menjauh dari liga elite.
Salah satu contoh adalah Radamel Falcao. Pemain Kolombia tersebut lebih memilih bergabung dengan AS Monaco dibanding dengan klub besar. Pasalnya, Monaco memiliki otonomi khusus berupa bebas pajak yang menjadi magnet bintang-bintang dunia merapat ke klub yang bermarkas di Stade Louis II itu. Selain Falcao, James Rodriguez sempat merumput di Monaco sebelum akhirnya pindah ke Madrid.
Pada 2014 lalu, Monaco sepakat membayar Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) sebesar 50 juta euro sehingga mereka bisa mengoperasikan klub di Monaco. Kesepakatan ini membuat Monaco terhindar dari pajak sebesar 75 persen terhadap gaji pemainnya. Regulasi ini ditengarai ikut menggiring para pembalap F1 seperti Fernando Alonso memilih berdomisili di Monaco.
Namun belakangan, regulasi bebas pajak di AS Monaco dihapus karena pengadilan Prancis membatalkan kesepakatan Monaco dan FFF pada 2015 lalu. Pemerintah Prancis menilai, kesepakatan itu menyalahi aturan. Terlebih, gelombang protes dari klub-klub Ligue 1 terus bermunculan menyusul hak eksklusif yang didapat AS Monaco.
Era Beckham Law
Seperti diketahui, Eropa menjadi surga bagi pesepak bola dunia. Gaji besar dan popularitas menjadi dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Benua biru menjadi tujuan untuk mengubah nasib. Puluhan juta poundsterling dan euro berputar setiap bursa transfer musim panas dan dingin tiba.
Pemain berharga Rp 1 triliun bukan lagi menjadi berita fantastis. Beragam aset mulai dari mobil hingga properti mewah bernilai menggiurkan bisa didapatkan pemain bila merumput di Eropa.
Spanyol awalnya menjadi surga bagi pemain-pemain kelas dunia. Pada 2003 atau sejak David Beckham pindah dari Manchester United ke Real Madrid, pajak pendapatan di Spanyol untuk pesepakbola hanya 23 persen. Ketika itu, sempat muncul istilah 'Beckahm Law' atau 'Hukum Beckham'. Rendahnya pajak di Spanyol membuat pemain dunia ramai-ramai mengadu nasib di Negeri Matador, termasuk Beckham disusul Michael Owen yang akhirnya memutuskan angkat koper menuju Spanyol dari Inggris.
Namun perubahan besar terjadi sejak 2010, ketika pemerintah Spanyol menetapkan nilai pajak yang cukup tinggi bagi pemain. Daya tarik yang ditimbulkan Beckham membuat klub-klub Spanyol seperti Real Madrid memiliki nilai investasi yang besar. Praktis, situasi ini membuat pemerintah menyesuaikan harga pajak dan aset yang dimiliki pemain.
Sekarang, menurut laporan pajak dikutip Daily Mail, pada 2012, pendapatan pajak pemain berkisar hingga 54-56 persen. Jose Maria Gay, profesor ekonomi dari University of Catalunya, menjelaskan kepada The Sun, peningkatan nilai pajak ini berimbas pada banderol pemain asing di liga Spanyol.
"Sekarang, pemain asing bakal lebih mahal," katanya.
"Sebelumnya, berkat aturan 'Beckham Law' nilai pajak sangat rendah. Berbeda dengan sekarang, di mana mereka harus membayar pajak dengan mahal. Sekarang, pajak mencapai 54 persen-56 persen di Catalunya. Pencabutan UU Beckham bersama dengan kenaikan pajak penghasilan adalah lelucon yang tidak lucu," beber Maria Gay, 2012 lalu.
Advertisement
Pajak Siapa Paling Tinggi?
Bila dibandingkan dengan empat negara-negara besar di Eropa, Inggris, Jerman, Prancis, dan Rusia pendapatan pajak di Spanyol saat paling tinggi, yakni sebesar 54%. Sebagai contoh, Cristiano Ronaldo. CR7 bergaji hampir 200 ribu poundsterling per-pekan. Namun, Madrid hanya membayarkan gaji Ronaldo 96 ribu per pekan karena pendapatan kena pajak Ronaldo hampir 22 ribu per pekan.
Sementara di Inggris, Wayne Rooney yang mengantongi pendapatan hingga 200 ribu poundsterling menerima gaji 106 ribu setelah kena pajak. Total, rata-rata pajak Rooney mencapai 30 ribu per-pekan dengan pajak mencapai 54%. Negara Beruang Merah alias Rusia menempati urutan terbuncit dalam urusan pajak pendapatan pemain. Rusia menerapkan regulasi yang rendah dibanding 4 negara raksasa Eropa lainnya, sebesar 13 persen.
Maka tidak heran bila pajak di suatu negara ikut menentukan pergerakan bursa transfer di setiap musim di samping iklim kompetisi negara yang dituju. Seorang agen yang menjabat Direktur Pelaksana International Football Management, Tom Brookes mengungkap fakta, kepindahan Zlatan Ibrahimovic ke PSG nyaris gagal beberapa tahun lalu karena besarnya pajak yang harus dibayar. "Terkadang, bila Anda ingin kena sedikit pajak maka Anda harus bermain di tempat yang kurang menarik, seperti Rusia atau China," ucap dia