Liputan6.com, Jakarta - Bisnis transportasi di Indonesia memang cukup menggiurkan. Jumlah penduduk yang besar menjadi salah satu pemicu kebutuhan transportasi terus bertumbuh. Tak hanya di darat dan air, transportasi udara juga menjadi primadona.
Baru-baru ini, perusahaan penerbangan PT Whitesky Aviation mengumumkan untuk terjun mencicipi layanan jasa taksi udara dan ambulans di Indonesia. Perusahaan ini memilih untuk memberikan jasa layanan taksi dan ambulans di udara dengan menggunakan helikopter.
Pengamat transportasi udara, Arista Atmadjati, menilai sebenarnya pasar transportasi taksi udara ini tidak terlalu besar di Indonesia. Namun jika digarap serius, ini bakal menjadi bisnis yang menggiurkan dalam jangka panjang.
"Pasarnya memang masih segmented, tapi ada. Terlebih sekarang relatif belum ada saingan. Sekarang yang jeli ya White Sky," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Advertisement
Bahkan, bisnis semacam ini telah tumbuh dengan baik di negara maju seperti Amerika Serikat (AS). Negara kecil seperti Singapura pun punya layanan taksi udara semacam ini.
Potensi
Sejumlah wilayah di Jakarta dinilai merupakan daerah potensial untuk mendukung bisnis taksi udara. Salah satunya Jababeka.
Potensi terbuka karena wilayah ini relatif dekat dari Ibu Kota, tapi butuh waktu berjam-jam untuk mencapainya karena masalah kemacetan.
"Misalnya dari Jababeka menuju Bandara Soekarno-Hatta. Sementara ini bandara internasional yang ramai kan itu. Atau pengusaha-pengusaha di sana kan banyak berbisnis di tengah kota, maka supaya perjalanan lebih cepat bisa pakai helikopter," ujar Arista Atmadjati.
Menurut dia, potensi ini yang harus dibidik pengusaha transportasi Indonesia. Jangan sampai potensi tersebut diambil pengusaha asing dengan modal yang besar.
"Di sana (Jababeka) ada sekitar 200 perusahaan. Berarti minimal ada 200 CEO, direktur utama yang memanfaatkan layanan ini, belum nanti direksi-direksinya. Jadi potensi bisnisnya besar," tandas dia.
Perusahaan yang Minat
PT Whitesky Aviation menandatangani Letter of Intent (LOI) tentang pembelian 30 helikopter dengan produsen asal Amerika Serikat (AS), Bell Helicopter, sebuah perusahaan afiliasi dari Textron Inc.
Pembelian ini sebagai upaya untuk mewujudkan pendirian bisnis taksi udaranya. CEO Whitesky Aviation Denon Prawiraatmadja menjelaskan 30 unit helikopter yang dibeli tersebut berjenis Bell 505 Jet Ranger X. Armada helikopter ini akan digunakan Whitesky Aviation untuk layanan air taxi dan air ambulance di seluruh Indonesia.
"Rencana pembelian helikopter Bell 505 ini sesuai dengan rencana kerja perusahaan untuk lima tahun ke depan. Serta dipilih karena dinilai mampu memberikan layanan terbang yang aman, nyaman, serta handal dengan biaya yang sangat kompetitif," kata Denon.
Denon menuturkan apa yang dilakukan ini sesuai dengan visi perusahaan, yaitu ingin menjadi penyedia jasa transportasi terbaik yang menawarkan fleksibilitas kepada para pelanggan tanpa mengurangi sedikit pun standar pelayanan dan keamanan yang ada.
EVP Commercial Business Textron Inc. Matt Hasik mengapresiasi pesanan dari White Sky Aviation. Dengan pertumbuhan industri penerbangan Indonesia yang cukup menjanjikan, menjadikan potensi penerbangan charter ini juga menarik.
"Kami sangat senang Whitesky Aviation telah memilih Bell 505 sebagai armada tambahan mereka untuk melayani air taxi. Bell 505 ini memang di desain dengan teknologi keamanan dan efisiensi terbaik. Pilihan yang sesuai untuk negara seperti Indonesia ini," papar dia.
Aturan penerbangan malam
Tak cukup memiliki slot penerbangan siang, manajemen White Sky Aviation meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk membuka izin penerbangan malam untuk pesawat jenis helikopter.
CEO White Sky Aviation Denon Prawiraatmadja mengungkapkan, permintaan itu untuk membangkitkan industri penerbangan charter atau taksi udara yang selama ini dijalani banyak pihak.
"Kami harap regulasi bisa mengizinkan untuk helikopter bisa terbang malam, karena charter ini bukan hanya untuk pribadi, tapi juga untuk rescue, ambulance," kata Denon.
Denon menambahkan, penerbangan malam untuk helikopter ini saat ini sudah dilakukan di beberapa negara lainnya. Namun khusus di Indonesia hingga kini belum ada izin dari otoritas tersebut. Itu mengingat belum banyaknya fasilitas helipad di Indonesia yang bisa menunjang pendaratan di malam hari.
Untuk itu, White Sky mengaku akan terus mendorong pemerintah daerah, khususnya DKI Jakarta untuk menjalankan peraturan yang ada, di mana pembangunan gedung dengan ketinggian lantai tertentu, harus memiliki helipad.
Denon menyayangkan aturan tersebut saat ini kurang dijalankan. Pembangunan gedung bertingkat pada kenyataannya lebih mengutamakan instalasi telekomunikasi di atas gedung, bukan helipad.
"Jadi ini salah, seharusnya pemancar-pemancar di atas gedung itu dikembalikan seperti fungsinya, untuk helipad," jelas dia.
Salah satu yang saat ini tengah ia gencarkan adalah kerjasama dengan Pemkot Bandung untuk membuat helipad di beberapa gedung bertingkat. Dengan begitu, bagi yang tidak ingin bermacet-macetan, bisa menyewa helikopter untuk menuju ke Bandung.
Jejak taksi udara di negara lain
Ide taksi udara ini bukan hal yang baru. Maskapai penerbangan nasional lainnya yakni Garuda Indonesia juga sempat tertarik untuk menggarap bisnis ini.
"Bagus, ini peluang bisnis baru. Sebenarnya Garuda Indonesia sudah mau garap itu, tapi waktu itu maju mundur. Idenya sudah lama, sudah dari 4 tahun lalu," ujar dia.
Jika terealisasi, Indonesia bukan negara pertama yang memiliki layanan transportasi ini. Bisnis semacam ini telah tumbuh dengan baik di negara maju seperti Amerika Serikat (AS). Bahkan negara kecil seperti Singapura pun punya layanan taksi udara semacam ini.
"Yang sukses seperti Amerika, kalau di Asia seperti di Singapura. Jadi sebenarnya ini bisnis yang jangka panjang, selama ekonomi negara dalam kondisi baik," lanjut Arista.
Meski demikian, dia mengingatkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selaku regulator melakukan pengawasan terhadap bisnis ini. Jika perlu, Kemenhub memiliki direktorat khusus yang bisa mengatur alat transportasi udara semacam ini.
"Kementerian perhubungan harus ada direktorat khusus yang memantau bisnis penerbangan semacam ini. Jangan disamakan dengan petugas traffic control-nya dengan yang penerbangan biasa. Karena helikopter ini kan kalau tidak diatur bisa bikin kacau juga. Apalagi nanti kalau perkembangannya bisa booming," tandas dia. (Nrm/Ahm)