Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan jumlah pengguna smartphone di Indonesia menjadikan aplikasi mobile banyak digunakan oleh para penggunanya.
Dari hasil studi terbaru Baidu yang bekerja sama dengan lembaga riset GfK Indonesia menyebutkan, kedua hal tersebut mendorong tumbuhnya bisnis perkembangan aplikasi.
Head of Marketing Baidu Indonesia Iwan Setiawan mempresentasikan hasil studi tersebut kepada media. Menurutnya, aplikasi mobile menawarkan pendapatan yang makin besar dari tahun ke tahun.
Bahkan, pada 2018, Baidu memprediksi nilai pendapatan aplikasi mobile di Indonesia akan mencapai US$ 197,6 juta atau setara dengan Rp 2,6 triliun.
Baca Juga
Advertisement
"Sebelumnya pada 2013, pendapatan yang berasal dari aplikasi mobile di Indonesia hanya mencapai US$ 62,1 juta (Rp 817 triliun). Tidak berselang lama, pada 2015 pendapatan dari aplikasi mobile mencapai US$ 118,2 juta (setara dengan Rp 1,55 triliun)," ujar Iwan di Jakarta, Kamis (7/4/2016).
Untuk tahun 2016 sendiri, Baidu memperkirakan pendapatan dari aplikasi mobile akan meningkat menjadi US$ 142,1 juta atau setara dengan Rp 1,86 triliun.
Menurut Iwan, pendapatan aplikasi mobile paling besar disumbangkan oleh mobile advertising atau iklan pada mobile. Selanjutnya, disusul paid-apps purchase (aplikasi berbayar), serta in-apps purchase (fitur berbayar pada sebuah aplikasi yang diunduh).
"Meski saat ini kontribusi pembelian dari in-apps purchase masih rendah, di masa depan kontribusinya akan melampauai paid-apps purchase," imbuhnya.
Hasil survei tersebut menerangkan, pada 2015, pendapatan dari mobile advertising di kota-kota besar seperti Jakarta, Bodetabek, Bandung, Surabaya, dan Semarang mencapai US$ 15 juta (setara Rp 197 miliar).
Sementara, kontribusi dari paid-apps purchase sekitar US$ 3,2 juta yakni setara Rp 42 miliar dan in-apps purchase mencapai US$ 2,9 juta atau Rp 38 juta.
"Tahun ini, pendapatan dari mobile advertising di wilayah yang sama diperkirakan mencapai US$ 20,8 juta atau sekitar Rp 273,6 miliar," ucap Iwan.
(Tin/Ysl)