Liputan6.com, Padang - Konflik manusia dengan beruang di kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) kerap menimbulkan kerugian di kedua belah pihak.
Tak hanya pada hewan peliharaan, konflik juga mengakibatkan ladang masyarakat rusak di Solok Selatan, Sumatera Barat.
"Protap penanganannya yang kami anut, satwa dan manusia sama-sama penting," kata Direktur Institution Conservation Conservation (ICS), Salpa Yanri pada Liputan6.com.
Menurut data LSM yang berbasis di Solok Selatan ini, konflik kerap menyebabkan hewan yang menjadi korban.
Seperti yang terjadi baru-baru ini di Desa Landai. Anak beruang madu yang berumur sekitar 5 bulan terjerat perangkap yang dipasang warga.
Baca Juga
Advertisement
"Kita mesti satu persepsi dulu, kalau hewan yang masuk ke perkampungan, kami menyebutnya konflik. Tapi, tak jarang manusia sampai masuk ke kawasan hutan dan memasang perangkap, ini juga sering kita temukan," Yanri.
Kerugian pada manusia, menurut dia, sebatas pada kerusakan ladang atau hewan ternak. Karena saat hewan liar sampai masuk ke perkampungan warga itu disebabkan habitatnya terganggu.
"Sehingga mereka mencari makan ke ladang-ladang warga," ujar Yanri.
Konflik ini dilaporkan pada saat musim buah-buahan. Biasanya, jika menerima laporan warga, pihak ICS selalu melakukan pengusiran dengan membunyikan meriam yang terbuat dari buluh.
Hewan ini diyakini sensitif dengan dentuman keras meriam dan memilih lari kembali masul ke hutan.
Data ICS, konflik manusia dengan beruang satu tahun belakang terbilang menurun. "Kami belum tahu penyebab pastinya, mungkin populasinya kian menurun," kata Yanri.