Konflik Manusia Lawan Beruang Rugikan Kedua Belah Pihak

Konflik yang kerap membuat sejumlah beruang menjadi terluka ini sudah menurun satu tahun terakhir.

oleh Erinaldi diperbarui 09 Apr 2016, 06:05 WIB
Satu ekor beruang madu berada di dalam kandang sebagai barang bukti sindikat jual beli satwa dilindungi dan menangkap enam tersangka, Jakarta, Rabu (18/11). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Padang - Konflik manusia dengan beruang di kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) kerap menimbulkan kerugian di kedua belah pihak.

Tak hanya pada hewan peliharaan, konflik juga mengakibatkan ladang masyarakat rusak di Solok Selatan, Sumatera Barat.

"Protap penanganannya yang kami anut, satwa dan manusia sama-sama penting," kata Direktur Institution Conservation Conservation (ICS), Salpa Yanri pada Liputan6.com.

Menurut data LSM yang berbasis di Solok Selatan ini, konflik kerap menyebabkan hewan yang menjadi korban.

Seperti yang terjadi baru-baru ini di Desa Landai. Anak beruang madu yang berumur sekitar 5 bulan terjerat perangkap yang dipasang warga.

"Kita mesti satu persepsi dulu, kalau hewan yang masuk ke perkampungan, kami menyebutnya konflik. Tapi, tak jarang manusia sampai masuk ke kawasan hutan dan memasang perangkap, ini juga sering kita temukan," Yanri.

Kerugian pada manusia, menurut dia, sebatas pada kerusakan ladang atau hewan ternak. Karena saat hewan liar sampai masuk ke perkampungan warga itu disebabkan habitatnya terganggu.

"Sehingga mereka mencari makan ke ladang-ladang warga," ujar Yanri.

Konflik ini dilaporkan pada saat musim buah-buahan. Biasanya, jika menerima laporan warga, pihak ICS selalu melakukan pengusiran dengan membunyikan meriam yang terbuat dari buluh.

Hewan ini diyakini sensitif dengan dentuman keras meriam dan memilih lari kembali masul ke hutan.

Data ICS, konflik manusia dengan beruang satu tahun belakang terbilang menurun. "Kami belum tahu penyebab pastinya, mungkin populasinya kian menurun," kata Yanri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya