Liputan6.com, Jakarta - Usai diperiksa penyidik KPK, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi keluar sudah menyandang status tersangka. Sanusi terjerat operasi tangkap tangan KPK di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan dengan barang bukti Rp 1 miliar lebih.
Selang satu jam setelah M Sanusi keluar, Trinanda Prihantoro, karyawan PT Agung Podomoro Land, resmi jadi tahanan KPK. Tapi dia malu lantas menutup wajah.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Wijaya menyerahkan diri ke KPK didampingi pengacaranya.
Penyidik KPK dipimpin Novel Baswedan langsung menggeledah ruang kerja Mohamad Sanusi guna mencari barang bukti tambahan. Ruang kerja Muhamad Taufik, Wakil Ketua DPRD di lantai 9 yang juga kakak kandungnya, juga digeledah. Di sini KPK menyita barang bukti uang dalam pecahan dolar AS senilai Rp 1 miliar dan Rp 140 juta.
Baca Juga
Advertisement
Uang suap diberikan untuk memuluskan keinginan Agung Podomoro sebagai pengembang dalam proyek reklamasi pantai Jakarta. Targetnya agar dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kawasan Strategis, Kawasan pantai Jakarta Utara terkait reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta.
Hulu dari suap pembahasan perda ini adalah keputusan Gubernur DKI Nomor 2238 tahun 2014 untuk reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land.
Padahal, Perda Rencana Detail Tata Ruang dan Zonasi yang menjadi prasyarat diterbitkannya surat izin pelaksanaan reklamasi sekaligus izin pendirian bangunan di atasnya belum dibuat. Meski Pulau G yang saat ini sudah masuk tahap pengurukan, bahkan di atas Pulau D sudah didirikan sejumlah bangunan ruko di atasnya.
Kondisi inilah yang diduga mendorong terjadinya kasus suap dalam pembahasan Rancangan Perda RDTR dan Zonasi dari pengusaha properti pelaksana reklamasi kepada anggota DPRD.
KPK lalu memeriksa Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Aset Daerah Provinsi DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Selain itu, juga Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuti Kusumawati.
KPK bahkan kembali mencekal 2 orang. Mereka adalah staf khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya dan Dirut PT Agung Sedayu Grup Richard Halim Kusuma selama 6 bulan ke depan.
Reklamasi di banyak tempat, termasuk di Teluk Jakarta, tak lebih dari sebuah bisnis. Keselamatan ekologis di sekitar pantai justru terancam. Kampung nelayan Muara Angke, Pluit, Jakarta Utara kini jadi saksi bisu.