Liputan6.com, Bogor - Di tengah berkembangnya pangkas rambut yang serba modern, ternyata masih ada tukang cukur yang menggunakan peralatan jadul alias zaman dulu.
Gunting kodok, gunting biasa, pisau cukur, sisir, bedak, sikat gigi, kaca, dan kain penutup yang sudah usang sebagai alat perlengkapan mencukur para pelanggan setia, selalu tersedia.
Mansyur (77), seorang tukang cukur mengaku sudah lebih dari 30 tahun menggeluti usahanya sebagai tukang cukur di Jalan Otista, Kota Bogor, tak jauh dari Tugu Kujang.
Begitu banyak gaya rambut yang telah dibuatnya. Mulai dari gaya kelimis yang populer di tahun 80-an, hingga potongan cepak dengan jambul di depan yang tengah menjadi gaya khas anak muda saat ini.
"Dari rambutnya item sampai rambutnya udah putih ubanan dicukur di sini," kata Mansyur.
Namun, jangan membayangkan sebuah salon kecantikan, barber shop, serta baby shop yang menawarkan pelayanan serba canggih dan ruangan ber-AC. Di tukang cukur tradisional yang biasa disebut tukang cukur kodok ini, yang tersedia hanya dua buah kursi plastik dan meja dengan pohon rindang sebagai atapnya.
Meski tak lagi sekuat dulu, namun bapak delapan anak ini belum berencana pensiun dari aktivitasnya itu.
"Kalau di rumah terus enggak betah. Mending nyukur. Lumayan sehari bisa dapet uang Rp 40-50 ribu," ujar warga Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan itu.
Kecuali jika hujan turun sepanjang hari, maka ia terpaksa tidak buka sama sekali "salon"-nya. "Kalau hujan lain cerita. Ya rezeki mah enggak akan ke mana-mana," tutur dia.
Baca Juga
Advertisement
Selain Mansyur, tukang cukur yang kini masih bertahan di Jalan Otista atau orang dulu menyebutnya Kelapa Ciung adalah M Idrus Hadi Wijaya (46).
Idrus tergolong paling muda di antara lima tukang cukur lainnya di kawasan itu. Namun, dari lima tukang cukur tradisional itu, satu persatu memilih pensiun karena sudah lanjut usia. Ada pula yang sudah meninggal.
"Sekarang yang masih bertahan tinggal saya sama Pak Mansyur," ucap Idrus yang sudah 18 tahun menjadi tukang cukur di Otista.
Namun, eksistensi mereka berdua terancam tersisihkan karena di kawasan itu bakal dibangun proyek sembilan lawang dan pedestrian, bukan karena kalah bersaing dengan barber shop.
"Waktu pengerjaan saluran air saja saya sama Pak Mansyur harus pindah-pindah tempat, tapi masih sekitar sini juga," lirih warga Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor itu.
Idrus maupun Mansur belum mengetahui akan pindah ke mana jika proyek pedestrian dan sembilan lawang kembali dilanjutkan.
Saat ini saja, penghasilannya terus menurun seiring adanya uji coba sistem satu arah seputar Kebun Raya Bogor.
"Jalan lebar, mobil kenceng, siapa yang berani nyeberang. Apalagi pelanggan kami ini rata-rata sudah tua," ucap bapak tiga anak ini.