Liputan6.com, Jakarta Membuang sampah sembarangan adalah masalah klasik yang selalu menjadi salah satu topik perbincangan menarik di seluruh dunia. Masyarakat dunia kerap kali mengeluh saat terjadi banjir, termasuk jalanan-jalanan yang berubah menjadi kumuh karena sampah menumpuk.
Namun, tumpukan sampah itu merupakan hasil dari kebiasaan masyarakat di sebagian negara berkembang yang tak juga memahami dampak negatif dari membuang sampah sembarangan. Terlebih, sampah berupa plastik bisa bertambah dan apabila tidak dibuang pada tempatnya karena tak bisa melebur sendiri.
Maka alasan untuk mengeluh pun ikut bertambah.
Baca Juga
Advertisement
Di tangan-tangan orang kreatif, sampah bisa dirubah menjadi sesuatu yang lebih berguna dan lebih nyaman dipandang mata. Hal tersebut dilakukan dengan cara mendaur ulang kembali sampah menjadi sesuatu yang lebih berharga, demi membangun masyarakat yang paham akan kebersihan serta mengurangi jumlah sampah yang menumpuk.
Dari Solomon Islands, Brasil hingga Pegunungan Everest, para ‘Pahlawan Sampah’ di wilayah-wilayah ini memberikan solusi kreatif ala pecinta lingkungan agar dunia tahu bahwa masih ada harapan untuk terus mengedukasi masyarakat cara menangani sampah dengan baik.
Solomon Islands
Seorang pria di desa Fo’ondo, Pulau Malaita, salah satu kepulauan Solomon membuat dunia terpana akan kebolehannya mengubah sampah menjadi serangkaian karya menarik. Pria yang dikenal dengan nama Wally Faleka sudah sejak tahun 1989 menguasai praktek karya seni dan grafis di pulau itu.
Wally kini berusia 46 tahun. Ia mempunyai seorang istri dan 7 anak. 4 dari 7 anaknya, diadopsi dari kerabatnya. Ia mempunyai banyak profesi, di antaranya adalah seniman, guru dan sopir taksi.
Ia tinggal di pulau di mana persediaan listrik dan air sangat terbatas. Kendati begitu, ia tidak pernah menyerah untuk mencari hal-hal yang dapat ia transformasi menjadi sesuatu yang berguna.
Contohnya, Wally berhasil mengembangkan teknik sablon sendiri dengan menggunakan sampah sisaan rumah sakit seperti kertas x-ray dan pisau bedah yang ia daur ulang. Ia pun juga menggunakan sinar matahari untuk mengekspos desain tertentu ke kain yang ia rancang.
Melansir dari Huffington Post, Wally menghabiskan waktu setahun terakhir ini mendesain kaos dan melukis spanduk untuk acara dan pertemuan yang diadakan di Pulau Malaita. Terlebih, pada hari Natal, ia mengeluarkan koleksi tersendiri untuk dijual di ibukota provinsi Auki.
Beberapa tahun lalu, ia membeli sebuah mobil tua yang kini ia gunakan untuk menghampiri pulau-pulau lainnya di kepulauan Solomon. Tujuannya datang ke daerah lain adalah untuk mengajarkan para wanita di wilayah tersebut cara mendaur ulang sampah dan menjadikannya karya seni yang berguna bagi penduduk setempat.
Brasil
Kota Belo Horizonte di Brasil mempunyai sekitar 200 pemungut sampah yang di bina oleh grup profesional ASMARE. Mereka dinamakan Catadores dan mereka dibina untuk mencari barang-barang bekas dan sampah untuk ditransformasi menjadi sebuah karya seni.
"Saya mempunyai dua pekerjaan sekaligus. Yang pertama adalah memungut sampah, pekerjaan kedua adalah mengubah sampah tersebut menjadi karya seni atau furnitur seperti sofa, kursi kayu dan meja," seorang pemungut ASMARE usia 39 tahun, Edimar Ferreira menceritakan, seperti dikutip dari CNN.
“Kami mempunyai sebuah semboyan di ASMARE ‘o seu lixo e o meu luxo’ yang berarti sampah anda merupakan kemewahan bagi kami,” Ferreira menambahkan.
Sebagian besar dari mereka yang bekerja untuk ASMARE adalah tuna wisma, mantan narapidana atau individu-individu yang hidupnya susah. Grup itu mengundang banyak seniman lokal ternama untuk mengajarkan para pemungut cara ‘menyulap’ sampah menjadi sebuah karya menarik yang berguna.
Pendiri grup ASMARE, Dona Geralda mengatakan bahwa kelompok yang ia bina bertujuan untuk mengajarkan para individu hingga anak-anak mereka, cara membuat karya seni dengan materi hasil pungutan.
“Dengan begitu, mereka akan belajar untuk mendapatkan penghasilan melalui pekerjaan mereka ini. Mulai sekarang kita harus mengadopsi kultur bahwa ‘sampah itu bukan hanya sekedar sampah’,” Kata Dona yang sudah pernah menjadi seorang catadore sejak umurnya 8 tahun.
Gunung Everest
Tidak hanya di kepulauan atau daerah perkotaan, sampah bisa ditemukan bahkan di puncak pegunungan. Hal tersebut dilontarkan oleh penulis buku Matt Dickinson yang menyatakan bahwa sungguh membuat syok jumlah sampah yang ia temukan di atas dan kaki Gunung Everest, Himalaya.
Ia menerangkan bahwa benda-benda seperti silinder oksigen, tali, kerangka tenda dan botol bir masih banyak berserakan di daerah dimana turis sering datang. Bahkan rongsokan bekas helikopter yang jatuh pada tahun 1974 sempat didiamkan begitu saja.
Namun, sekelompok seniman tidak hanya diam begitu saja melihat fakta tersebut. 15 seniman ini berhasil mengubah 8 ton sampah, termasuk yang tersisa dari helikopter jatuh, menjadi 75 karya seni.
75 karya seni ini dipertunjukkan melalui pameran ‘Everest 8848 Art Project’ yang di gelar di ibukota Nepal, Kathmandu dan juga kota Pokhara.
“Kami berharap dengan diadakannya proyek transformasi sampah menjadi karya seni ini para seniman akan mendapatkan popularitas dan apresiasi yang tinggi dari masyarakat setempat dan dunia. Terlebih agar gunung Everest menjadi lebih bersih,” kata penyelenggara proyek ‘Everest 8848 Art’, Kripa Rana kepada The Telegraph.
Advertisement