Liputan6.com, Manado - Cemas menanti kabar nasib anaknya bersama 9 ABK Brahma 12 yang disandera kelompok Abu Sayyaf membuat Soffitje Salemburung berniat pergi langsung ke Filipina. Soffitje, ibu dari sang kapten kapal Peter Tonsen Barahama, mengaku sudah tidak bisa hanya diam menunggu informasi yang belum pasti ini.
“Kalau saja ke Filipina itu bisa dengan memakai perahu, saya mau mendayung ke sana. Mencari kepastian bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah Filipina,” ujar Soffitje yang didampingi suaminya Charlos Barahama saat di Perumahan Taman Sari, Kecamatan Mapanget Manado, Senin (11/04/2016) malam.
Menurut Soffitje, dia sangat ingin sekali ke Filipina karena melalui berbagai pemberitaan diketahui bahwa upaya pembebasan sandera itu ditentukan oleh Filipina.
“Kalau saja saya bisa ke sana (Filipina), saya ingin mereka juga mendengar bagaimana kondisi keluarga para korban sandera. Mungkin bisa menggugah hati mereka untuk berupaya maksimal membebaskan para sandera,” kata Soffitje.
Baca Juga
Advertisement
Dia menambahkan, saat ini hampir tiap malamnya dia kesulitan tidur. “Susah tidur. Makan juga tidak lagi terasa enak. Apalagi di rumah sini sepi. Berbeda dengan di Bailang,” ujar Soffitje.
Sejak Minggu (10/04/2016) lalu, Soffitje dan Charlos sudah kembali ke rumah mereka di Taman Sari, setelah beberapa pekan sementara tinggal di rumah keluarga mereka di Bailang, kecamatan Tuminting Manado. Kepindahan mereka ke Taman Sari itu juga karena kedatangan putra tertua mereka Sam Barahama.
“Kan tidak enak, kalau ada Sam terus kami tetap menumpang di rumah adik di Bailang. Jadi kami putuskan kembali ke rumah di Taman Sari ini. Meski memang sepi,” ujar wanita berusia 60 tahun ini.
Kini Soffitje dan Charlos lebih banyak tinggal di rumah. Urusan kontak ke luar, baik dengan perusahaan maupun pemerintah terkait penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf ditangani oleh Sam. “Dia (Sam) sementara tinggal dengan kami dulu di Manado. Sampai ada kejelasan nasib Peter,” ujar Soffitje.