Liputan6.com, Jakarta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjawab krisis energi di kawasan transmigrasi dengan mengembangkan energi terbarukan. Energi terbarukan digunakan untuk memenuhi kebuhuan sehari-hari dan mendukung usaha produktif.
Pembangunan ekonomi di kawasan transmigrasi sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah. Sudah seharusnya, didukung dengan ketersediaan sumber daya energi. Potensi energi belum dioptimalkan dan masih sangat besar, seiring program transmigrasi menghadirkan inovasi teknologi ramah lingkungan.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar menyatakan, Kemendes PDTT berkomitmen mengembangkan energi terbarukan di kawasan transmigrasi dengan memanfaatkan tenaga angin, tenaga surya, bahan bakar nabati, minyak sawit, jarak pagar, minyak kelapa, minyak jagung, serta bahan bakar gas dari kotoran ternak.
"Tersedianya sumber energi terbarukan, selain untuk kebutuhan rumah tangga, juga bagi pengembangan usaha ekonomi produktif, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi," ujar Marwan Jafar.
Kemendes PDTT, berkomitmen mengembangkan sumber energi terbarukan dengan prinsip lebih hemat, efisien, serta ramah lingkungan. Potensi-potensi lokal sebagai pembangkit energi, salah satunya memanfaatkan aliran dan debit air untuk memutarkan turbin sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Pengembangan energi terbarukan di kawasan transmigrasi, ditargetkan bisa mengurangi subsidi pemerintah untuk bahan bakar minyak. Program yang sudah dijalankan adalah dengan program Desa Mandiri Energi (DME).
Program DME merupakan desa yang bisa memenuhi kebutuhan energinya secara mandiri, yang berasal dari sumber-sumber energi baru dan terbarukan. Sebagian besar kawasan transmigrasi belum terjangkau aliran listrik PLN. Pada saat bersamaan, kebutuhan energi tidak bisa dielakan sehingga me-manfaatkan potensi lokal untuk sumber energi merupakan solusi cerdas, khususnya sumber energi terbarukan.
Sebelumnya, dengan bantuan Prancis di kawasan transmigrasi Hialu, Sulawesi Tenggara, Salotiwo/Kalumpang dan Salopangkang, Sulawesi Barat, serta Muara Ancalong, Kalimantan Timur dibangun dan dikembangkan energi terbarukan, khususnya pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Kemudian, dilanjutkan pembangunan PLTS dilakukan di kawasan transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) Mesuji, Lampung, jenis PJU, Hybrid 3000, SHS 200 dan SHS 50, KTM Belitang, Sumatera Selatan, jenis PJU, KTM Parit Rambutan, Sumatera Selatan jenis PJU, KTM Tobadak, Sulawesi Barat, jenis PJU, UPT Serai, Sulawesi Utara, jenis SHS 200. Kesadaran ikut menyelamatkan lingkungan dan program pembangunan serta pengembangan energi barn dan terbarukan di kawasan transmigrasi, merupakan hasil kerja sama dengan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Selain PLTMH juga dibangun di kawasan transmigrasi Owata dan Sumalata, Gorontalo, Manilili, Sulawesi Selatan dan Tambua, Sulawesi Tenggara. Di lokasi transmigrasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) telah dibangun Pembangkit Tenaga Angin (PLTAngin) di Oi Toi dan Piong," katanya.
Kemendes PDTT menggandeng Kementerian ESDM dalam penyediaan energi terbarukan di kawasan transmigrasi. “Sinergi dua kementerian itu, diwujudkan dengan menyusun program terpadu jangka panjang. Kementerian ESDM menyediakan energinya dan Kemendes PDTT membangun permukiman dan pembinaan usaha ekonominya," tandasnya.
Energi baru dalam rencana kerja sama tersebut, antara lain batu bara tercairkan, batubara tergaskan, Coal Bed Methant (CBM), nuklir dan hidrogen. Sementara, Kementerian ESDM menilai energi terbarukan yang cocok di kawasan transmigrasi tahap awal adalah PLTS dan PLTMH.
"Program pemerintah ini sesuai amanat UU Nomor 30 tahun 2007, tentang kewajiban pemerintah mengembangkan energi baru dan energi terbarukan untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan energi fosil yang berasal dari minyak, gas, serta batu bara, " ujarnya.
Saat ini, sudah sekitar 5 persen dan menjadi 25 persen pada 2025 penggunaan energi terbarukan, sehingga diharapkan mampu meningkatkan ratio penggunaan listrik pedesaan. Dukungan Kementerian ESDM berupa dana stimulant pembangunan proyek, selebihnya pembiayaan ditanggung oleh masyarakat sendiri. Para Bupati/Walikota yang mengusulkan proyek harus menyediakan tanah, dokumen perencanaan, dan lembaga pengelola.
"Proyek energi terbarukan di kawasan transmigrasi, pada dasarnya berbasis swadaya masyarakat. Artinya, peran masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan dituntut lebih pro-aktif dan pe-merintah menjadi fasilitator saja, " terangnya.
Advertisement
(Adv)
Baca Juga