Liputan6.com, Jakarta - Delta Sungai Mississippi, Amerika Serikat pada tahun 1927 adalah wilayah maju, dalam hal teknologi juga pertanian. Kala itu manusia berhasil mengambil alih kendali atas dirinya, juga alam.
Pembangunan dilakukan di sana sini. Jembatan didirikan melintang di atas sungai, memungkinkan orang-orang menyeberanginya tanpa harus khawatir basah.
Kereta, mobil, dan truk lalu lalang di jalanan. Padahal, sebelum Abad ke-19, tak ada satupun benda buatan manusia yang bergerak lebih cepat dari kuda.
Baca Juga
Advertisement
Namun, alam menyimpan kekuatan tak terduga. Hari itu, 15 April 1927, hujan mengguyur deras selama 18 jam.
Sebulan kemudian, giliran sungai yang bergolak, tak sanggup lagi menampung air.
Banjir tak bisa dibendung. Dari Illinois ke Mississippi, Kentucky hingga Texas, sungai membanjiri lahan seluas 60 ribu kilometer persegi, dengan kedalaman hingga 9 meter.
Arkansas jadi wilayah terdampak terparah, 14 persen area negara bagian tersebut terendam banjir.
"Banjir meluber di mana-mana, orang-orang berlomba dengan air, mencari tempat yang lebih tinggi," kata musisi blues, Eric Bibb seperti dikutip dari situs Ancestry, Kamis (14/4/2016). "Banjir terjadi sejauh mata memandang. Tahun 1927 tak akan lekang dari ingatanku."
Makin banyak air, kerusakan kian menjadi. Orang-orang dicekam takut dan panik. Penderitaan, juga kematian membayangi.
"Semua orang di sepanjang Mississippi dicekam kekhawatiran atas ancaman banjir paling dahsyat sepanjang sejarah," demikian peringatan yang dikeluarkan Memphis Commercial Appeal seperti dikutip dari National Geographic.
Banjir bandang pun menerjang. "Seakan-akan sedang menghadapi lautan hitam yang mengamuk," kata salah satu penduduk yang tinggal dekat sungai.
Saksi mata lain menyaksikan pohon besar tumbang hingga akarnya, menghilang tiba-tiba, terhisap arus, lalu muncul kembali menderu dengan cepat terbawa arus. "Kecepatannya seperti rudal yang dilontarkan kapal selam.
Penderitaan dan kerusakan terlihat jelas saat banjir mereda pada Agustus 1927. Ratusan ribu orang menggelandang, 250 manusia tewas. Properti, ternak, lahan-lahan pertanian tak lagi berbentuk. Semua binasa.
Seperti dikuti dari Encyclopaedia Britannica, tak hanya krisis kemanusiaan, banjir juga memicu pergolakan sosial. Gara-garanya, aparat dituduh berat sebelah, lebih memilih warga kulit putih selama proses penyelamatan dan pemberian bantuan.
Ribuan pekerja perkebunan, kebanyakan warga keturunan Afrika, dipaksa tetap bekerja dalam kondisi mengenaskan, meninggikan tanggul dekat Greenville.
Saat air meninggi, mereka ditinggalkan terjebak di sana tanpa makanan dan air minum.
Warga keturunan Afrika yang ada di kamp bantuan dipaksa untuk berpartisipasi dalam penanganan banjir. Setidaknya seorang dari mereka -- berjenis kelamin pria -- dilaporkan tewas ditembak karena menolak perintah.
Banjir membawa perubahan sosial dan politik secara jangka panjang. Warga AS keturunan Afrika mengalihkan loyalitas mereka dari Partai Republik -- yang secara historis punya sikap antiperbudakan -- ke Partai Demokrat.
Saat banjir terjadi, pemerintahan dikendalikan Presiden Calvin Coolidge dari Partai Republik. Bencana juga mendorong migrasi besar-besaran warga keturunan Afrika dari Selatan ke Utara.
Selain banjir terdahsyat dalam sejarah AS, tanggal 15 April juga diwarnai sejumlah kejadian penting.
Pada 1896 digelar upacara penutupan Olimpiade modern pertama digelar di Athena, Yunani.
Dunia juga mencatat tanggal 15 April 1912 sebagai momentum tenggelamnya RMS Titanic.
Titanic tenggelam di Atlantik Utara pada pukul 02.20, 2 jam 40 menit setelah menabrak gunung es. Hanya 710 dari 2.227 penumpang dan kru kapal yang selamat.