Liputan6.com, Semarang - Kehidupan komunitas pengikut ajaran Samin atau biasa disebut kaum Samin menarik perhatian pengkaji budaya. Kaum Samin identik dengan nilai-nilai kejujuran yang cenderung naif dan perlawanan militan tanpa kekerasan.
Kepada Liputan6.com, Kamis, 14 April 2016, Gunawan Budi Santosa, budayawan Blora yang intensif meneliti kaum Samin, menggambarkan ajaran Samin dalam kisah sepotong wawancaranya.
Salah satu narasumber utamanya salah warga Samin, Sardjan, di daerah komunitas Samin, Klopoduwur, Jawa Tengah.
Kang Putu, demikian Gunawan biasa disapa, menemui Sardjan di rumahnya, sekitar 500 meter di selatan Balai Desa Klopoduwur. Rumah itu berdinding kayu jati khas pedesaan. Di ruang tamu ada televisi hitam-putih 14 inci, sepeda motor bebek Suzuki RC 100, dan gundukan jagung kering.
Tuan rumah tengah menerima empat orang tamu, tiga lelaki, dan seorang perempuan. Dua di antara mereka suami-istri, berseragam pegawai negeri instansi pemerintah. Para tamu itu klien. Sardjan ternyata wong pinter (orang pintar).
"Apa keperluanmu ke mari?" tanya Sardjan. Sebuah pertanyaan lugas yang membuat Kang Putu terperangah.
"Saya ingin menemui anak keturunan orang Samin," jawab Kang Putu tak kalah lugas.
Baca Juga
Advertisement
"Ning kene ora ana wong Samin. Yen kowe nggoleki aku, sing ana kowe. Wong Samin sing kok goleki iku Samin sangkak. (Di sini tidak ada orang Samin. Jika engkau mencari aku, yang ada kamu. Orang Samin yang kau cari itu Samin sangkak)," Sardjan kembali membuat Kang Putu terperangah.
Samin sangkak? Apa itu? Menurut Kang Putu, istilah Samin Sangkak merujuk pada orang yang mengaku-aku Samin. Karena ulah para Samin sangkak itulah muncul pemahaman bahwa orang Samin itu bodoh, terbelakang, dan pembangkang.
Tak banyak yang tahu jika mereka tak mau membayar pajak dan tak mau mblandhong (menjarah hutan), sejatinya untuk berjuang melawan penjajah Belanda.
Samin Terus Melawan
Apakah perjuangan para pengikut Samin Surosentiko sudah berakhir? Tidak. Kini pengikut Samin di Pati dan Blora tengah berjuang melawan proyek pembangunan pabrik semen yang dianggap akan merusak alam lingkungan mereka.
Mereka menolak rencana pembangunan pabrik semen yang akan dilakukan PT Sahabat Mulia Sakti (PT Idocement) di Pati, PT Vanda Prima Lisri di Grobogan, serta PT Semen Gresik di Rembang, dan PT Imasco Tambang Raya di Blora. Alasan penolakan pembangunan pabrik semen ini adalah karena proyek tersebut akan merusak ekosistem karst di kawasan pegunungan Kendeng Utara.
Aksi-aksi ini lumayan memicu konflik, termasuk dengan militer. Pernah ada isu bahwa pada 17 Agustus 2012 lalu, warga samin melangsungkan upacara bendera di bawah pengawasan ketat militer dan polisi bersenjata. Mereka dicurigai akan membuat rusuh.
Sampai saat ini tidak pernah ada kekerasan yang dilakukan Wong Samin. Ajaran Samin Surosentiko selalu menentang kekerasan. Semua perlawanan mereka dilakukan dengan cara diam, bersikap, dan berargumen.
Fenomena kebangkitan perlawanan kaum Samin rupanya juga mulai menjadi virus. Ada yang membuat T-shirt Saminista bergambar Samin Surosentiko. T-shirt itu dijual untuk penggalangan dana masyarakat Samin yang melawan pembangunan pabrik semen.
Menurut Sardjan sebagaimana disampaikan Kang Putu, mereka beranggapan bahwa saat ini tak ada lagi orang Samin. Semua sama, sama-sama bangsa sendiri.
"Pemerintahan pun pemerintahan bangsa sendiri. Bukan lagi Belanda, bukan lagi Jepang," kata Sardjan kepada Kang Putu.
Bagaimana dengan ajaran Samin Surosentika. Adakah warga Samin masih menggeluti ajaran itu?
"Ajaran apa? Saya tak tahu ajaran yang kau maksud," kata Sardjan kepada Kang Putu.
Dari dialog itu, warga Samin kelihatan sekali tidak mempersoalkan siapa yang memberi pelajaran tentang hidup. Namun perilaku adalah manifestasi doa bagi mereka.
Kang Putu mengatakan hingga kini masih ada yang tak pernah hilang dari warga Samin, yakni kejujuran, kesetaraan, dan rasa persaudaraan.
Ada nilai-nilai yang selalu mereka jaga dan jalankan bahwa manusia hidup "aja drengki srei, tukar padu, dahwen ati open, kemeren. Aja ngutil jumput, mbedhog, colong jupuk". (Jangan iri hati, dengki, bertengkar. Dan, jangan mencuri dan merampok).
"Maka ketika sekarang ada ibu-ibu mengecor kakinya sebagai perlawanan, di benak saya terpelintir pertanyaan, apakah kini para pemimpin negeri ini memahami secuplik ajaran Samin ini? Aja drengki srei, ngutil, jumput, mbedhog," kata Kang Putu.