Liputan6.com, Jakarta - Elemen masyarakat yang menamakan diri sebagai Gerakan Akademik untuk Merebut Kontrol Negara terhadap Pengelolaan Migas dari Penguasaan Asing mendukung adanya revisi Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Alasannya, UU tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945 yang mengamanahkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
Ketua DPP Presidium Ikatan Cendekiawan Keraton Nusantara (IKCN) Muhammad Asdar mengatakan, campur tangan asing banyak melekat dalam UU tersebut sehingga patut untuk direvisi. "Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan 17 pasal dalam UU Migas itu berarti setengah pasal itu tidak sesuai dengan UUD," kata dia di Tugu Proklamasi, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Ia melanjutkan, dalam sejarahnya atau sekitar 50 tahun lalu memang banyak kontrak di sektor migas yang telah ditandatangani merugikan negara. Hal tersebut terjadi karena di masa lalu sangat sedikit kaum terdidik. Sekitar 85 persen masyarakat buta huruf.
Namun, penguasaan asing saat ini sudah tidak berlaku lantaran Indonesia telah memiliki banyak kaum terdidik. Indonesia punya sekitar 5 ribu profesor dan perguruan tinggi mencapai 40 ribu. "Sekarang ahli banyak, aktivis juga banyak," tutur dia.
Baca Juga
Advertisement
Pihaknya pun menyambut baik kabar jika RUU Migas yang telah masuk ke badan legislatif. Sebagai aksi nyata, Akademik untuk Merebut Kontrol Negara terhadap Pengelolaan Migas dari Penguasaan Asing akan berkontribusi melalui pokok-pokok gagasan akan diserahkan ke DPR siang ini. "Setelah salat Jumat kami akan antar masukan untuk RUU ke ketua DPR, fraksi, kami akan serahkan," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumpulkan pengusaha dan praktisi sektor mineral dan batubara (minerba) untuk membahas rumusan revisi Undang-Undang Minerba. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pembahasan rumusan Undang-Undang Minerba dilakukan secara pararel dan disiapkan bersama Komisi VII DPR.
"Saya ingin jelaskan, sejak pagi hingga malam nanti ada forum group discussion untuk membahas UU Minerba," kata Sudirman.
Sudirman mengatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 perlu untuk direvisi karena setelah Undang-Undang Minerba terbit muncul Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten kota bergeser ke Gubernur Provinsi.
Dengan adanya UU tersebut maka terjadi pergesaran kewenangan pemberian izin. "Jadi ini memerlukan penyesuaian dari sisi kewenangan memberikan Izin Usaha Pertambangan, kewenangan me-review, kewenangan izin. Harus ada penyesuaian," tutur Sudirman.
Sudirman mengatakan Undang-Undang Minerba versi lama beberapakali mengalami gugatan dan sebagian dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap undang-undang tersebut. "Itu juga memerlukan formulasi, reformulasi dari pasal-pasal yang diputuskan harus diubah sesuai dengan amanah dari MK," katanya. (Dny/Gdn)