Liputan6.com, Jakarta - Dalam menjalin hubungan perdagangan dengan Tiongkok, Indonesia terus mengalami defisit dalam 5 tahun terakhir. Indonesia begitu keranjingan mengimpor produk atau barang jadi dari China karena harga yang sangat murah meskipun kualitas belum tentu bagus.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, Tiongkok selalu menduduki peringkat pertama negara pengimpor terbesar ke Indonesia, disusul Jepang dan Thailand. Pada periode Januari-Maret 2016, impor dari China mencapai US$ 7,13 miliar dengan pangsa pasar 25,40 persen.
"Kita sudah mengalami defisit neraca perdagangan dengan China sejak 5 tahun lalu. Kita impor terbesar dari Tiongkok, karena mau tidak mau," tegasSasmito usai Konferensi Pers Neraca Perdagangan dikantornya,Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dari data neraca perdagangan yang dilaporkan BPS, Indonesia mencatatkan nilai ekspor ke Tiongkok sebesar US$ 2,84 miliar dalam kurun waktu Januari-Maret 2016. Angka ini melorot 9,34 persen dibanding realisasi periode yang sama sebelumnya US$ 3,13 miliar. Sedangkan khusus di Maret ini, realisasi ekspor ke China senilai US$ 1 miliar.
Sedangkan impor Indonesia dari Tiongkok di kuartal I 2016 mencapai US$ 7,12 miliar, turun dibanding periode yang sama tahun lalu senilai US$ 7,45 miliar. Sedangkan di Maret saja, China telah memasok produk non migas dengan nilai US$ 2,25 miliar ke Indonesia.
"Produk ponsel dan komputer, itu adalah dua produk terbesar impor kita dari Tiongkok. Impor barang tersebut sudah tidak bisa dihindari lagi karena orang kita juga suka dengan produk yang mereka tawarkan," ucap Sasmito.
Menurutnya, produk Tiongkok memiliki kelebihan dari sisi harga. Negara ini mampu menawarkan harga super murah atas produk-produknya sehingga dapat bersaing di pasar global. Kondisi tersebut berbeda dengan produk Indonesia yang lebih mahal karena sistem distribusi yang panjang.
"Harga jual mereka bisa lebih murah, karena produksi dalam skala besar. Penjualan atau distribusinya langsung ke pembeli-pembeli besar sehingga harganya bisa lebih murah. Pemerintahnya juga mendorong dengan berbagai cara untuk memangkas biaya-biaya," tutur Sasmito.
Nilai impor non migas Indonesia dari Tiongkok sepanjang Januari-Maret 2016 tercatat sebesar US$ 7,13 miliar.
Berikut rincian barangnya:
1. Mesin-mesin/pesawaat mekanik senilai US$ 1,76 miliar
2. Mesin/peralatan listrik US$ 1,42 miliar
3. Besi dan baja US$ 470,75 juta
4. Bahan kimia organi US$ 276,69 juta
5. Plastik dan barang dari plastik US$ 257,13 juta
6. Benda-benda dari besi dan baja US$ 202,98 juta
7. Filamen buatan US$ 168,88 juta
8. Pupuk US$ 146,09 juta
9. Bahan kimia anorganik US$ 140,43 juta
10. Kendaraan dan bagiannya US$ 134,53 juta
11. Lainnya senilai US$ 2,15 miliar.
Menurut golongan penggunaan barang, impor China ke Indonesia, antara lain:
- Golongan barang-barang konsumsi
1. Makanan dan minuman (primary) untuk rumah tangga
2. Makanan dan minuman (proses) untuk rumah tangga
3. Bahan bakar dan pelumas (proses)
4. Mobil penumpang
5. Alat angkutan bukan untuk industri
6. Barang konsumsi tahan lama
7. Barang konsumsi setengah tahan lama
8. Barang konsumsi tak tahan lama
9. Barang yang tak diklasifiksikan
- Bahan baku dan penolong
1. Makanan dan minuman (primary) untuk industri
2. Makanan dan minuman (proses) untuk industri
3. Bahan baku untuk industri (primary)
4. Bahan baku untuk industri (proses)
5. Bahan bakar dan pelumas (primary)
6. Bahan bakar motor
7. Bahan bakar dan pelumas (proses)
8. Suku cadang dan perlengkapan barang modal
9. Suku cadang dan perlengkapan alat angkutan
- Barang-barang modal
1. Barang modal kecuali alat angkutaan
2. Mobil penumpang
3. Alat angkutan untuk industri.
Strategi pemerintah
Strategi pemerintah
Tak ingin terus menerus tekor, pemerintah melalui BPS akan membentuk tim dengan pihak pemerintah Tiongkok dalam membenahi maupun memperbaiki neraca perdagangan Indonesia dengan Tiongkok.
BPS telah menemui Menteri Perdagangan Tiongkok dan sepakat membuat tim ekspor impor. Tujuannya untuk menyeimbangkan kembali neraca perdagangan kedua negara, yang salah satunya akibat perbedaan pencatatan ekspor impor.
"Kita sudah minta supaya ada keseimbangan perdagangan Indonesia-Tiongkok. Kita defisit terus karena ada perbedaan pencatatan ekspor impor. Respons mereka menghindar terus, tapi akhirnya bersedia," terangnya.
Pemerintah, diakui Sasmito pun meminta agar Tiongkok dapat membuka akses pasar selebar-lebarnya bagi Indonesia untuk mengekspor komoditas maupun produk yang tidak dimiliki di Tiongkok. Sebagai contoh, sayur mayur dan buah-buahan tropis, seperti salak dan manggis. Indonesia mengincar potensi pasar Tiongkok dengan jumlah penduduk lebih dari 1 miliar jiwa ini.
"Jangan terlalu ketat lah, buka pasar buat kita ekspor sayuran, buah salak, manggis kan mereka tidak punya. Serta produk kreatif batik, batu akik, dan lainnya. Orang kaya di China kan sudah banyak, jadi kita juga akan meningkatkan kualitas produk ekspor Indonesia," papar Sasmito. (Fik/Gdn)
Advertisement