Liputan6.com, London - Dengan tekat dan semangat, seorang pria dengan masa lalu yang keras berhasil meraih prestasi yang sangat luar biasa.
Kidane Cousland dibesarkan di kawasan miskin Tottenham, London. Dalam usia 11 tahun, dia tidak bisa membaca dan terpaksa harus putus sekolah ketika berumur 15 tahun.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari Daily Mail, Jumat (15/4/2016), siapa yang menyangka pria berusia 24 tahun itu sekarang telah menjadi kadet yang gagah. Ia lulus pada peringkat teratas di Sandhurst, sekolah militer bergengsi di Inggris.
Cousland bahkan mengalahkan lulusan Oxbridge -- sebutan untuk dua universitas Oxford dan Cambridge -- dalam akademik. Oxford dan Cambridge merupakan dua universitas paling bergengsi di Inggris.
Tak hanya itu, pria yang pernah bertugas di Afghanistan menjadi salah satu perwira ras campuran yang pernah meraih penghargaan 'pedang kehormatan' sebagai prajurit terbaik di antara 200 orang dalam angkatannya.
Serah terima penghargaan dilakukan dalam upacara kelulusan Sandhurst Royal Military Academy pada 14 April 2016.
Kepada Daily Mail, pria yang akrab disapa Danny mengaku mungkin sudah mati atau mendekam penjara jika tidak bergabung dengan militer Inggris.
“Saya pernah sekolah, benar-benar kewalahan, tak bisa maju sangat buruk. Tapi sejak kecil saya selalu ingin masuk tentara. Namun, saya merasa itu hanya sekadar mimpi di siang hari bolong ketika masih di Tottenham,” katanya.
“Tetapi saya mengatakan kepada diri sendiri, bahwa kalau saya memang layak, mereka pasti akan menerima saya.”
“Jika tidak melakukan itu, amarah dan frustrasi saya mungkin saja menuntun ke arah yang berbeda. Saya bisa saja sudah mati atau mendekam di penjara.”
Ditanya tentang peringkat tingginya, ia menambahkan,
“Semua yang saya lakukan hanya untuk menjadi yang terbaik, hari demi hari. Saya pernah dihasut tak akan bisa jadi perwira karena tingkat pendidikan saya. Saya hanya punya 3 kelas kesetaraan sekolah menengah (GCSE ).”
Komandan peleton, Kapten Lucy Mason, mengatakan pemuda itu sebagai satu dari sekian anggota militer Inggris yang terpilih untuk menjadi perwira menaklukkan semua tantangan.
“Ia sangat profesional, bertekad, dan pemain tim yang hebat. Ia merupakan di antara prajurit bawahan yang meraih pedang kehormatan. Ia tak memiliki gelar sarjana seperti kebanyakan di luar sana.”
Perwira Cousland mengatakan pada awalnya ibunya menolak untuk menandatangani formulir lamaran AD karena “tak sanggup membayangkan anaknya yang memiliki ras campuran bergabung dengan militer”.
Sang ibu berpikir tentara adalah “organisasi yang terdiri dari kelas pekerja di bawah perintah segelintir petinggi.”
Namun, ibunya akhirnya melunak. PAda usia 16 tahun, Cousland melesat dengan meraih nilai tertinggi dalam pemilihan AD. Dan pada usia 18 tahun, ia kembali duduk pada posisi pertama dalam kelasnya dalam kursus Komando.
Ia bertugas ke Afghanistan pada usia 19 tahun sebagai penembak meriam di Resimen Komando 29, Artileri Kerajaan, selama 6 bulan.
Setelah mendapat rekomendasi untuk mengikuti pelatihan perwira, ia masuk Sandhurst pada Mei 2015.
Setelah lulus, ia akan ditugaskan di Royal Artillery, dan berharap bisa menyelesaikan gelar sarjana dalam ilmu perang sebelum memulai kembali kuliah untuk meraih S2.
Hanya sedikit warga minoritas, kulit hitam atau keturunan Asia yang pernah mendapatkan penghargaan pedang kehormatan. Kadet perwira terakhir penerimanya adalah anggota Pengawal Irlandia bernama Charlie Mulira pada 2007.