Liputan6.com, Jakarta Penyakit hepatitis C sekarang bisa lebih cepat disembuhkan dengan obat terbaru dan harga yang terjangkau. Obat ini merupakan kombinasi Sofosbuvir, Ledipasvir atau Daclastavir.
Direktur LSM Indonesia AIDS Coalition (IAC) yang juga mantan pasien hepatitis C, Aditya Wardhana mengatakan, Hepatitis C bisa dikalahkan dengan obat terbaru ini tergantung dari tipe virus yang diidap oleh pasien Hepatitis C.
"Saya telah sembuh dari penyakit ini dan saya yakin selama pemerintah berkomitment kuat, pasien Hepatitis C lain di Indonesia juga bisa sembuh seperti saya," katanya melalui siaran pers yang diterima Liputan6.com, Jumat (15/4/2016).
Aditya atau akrab dipanggil Edo memang salah seorang beruntung karena menggunakan obat-obatan generasi terbaru ini guna mengobati Hepatitis C yang diidapnya selama 16 tahun terakhir. Setelah menjalani pengobatan selama 6 bulan, dia akhirnya dinyatakan sembuh total dari penyakit ini.
Baca Juga
Advertisement
Tak seperti obat hepatitis C generasi sebelumnya, kata dia, yang dilakukan dengan cara disuntikkan ke tubuh pasien seminggu sekali, kini pasien hanya perlu minum satu pil setiap hari selama 3 - 6 bulan tergantung kondisi hati pasien dan tipe virusnya. Tingkat kesembuhan obat-obatan terbaru ini pun cukup tinggi mencapai 98 – 100 persen.
"WHO sebagai badan kesehatan dunia minggu lalu telah mengeluarkan Pedoman Pengobatan terbaru bagi penyakit Hepatitis C dengan memasukan obat-obatan terbaru ini ke dalam rekomendasinya. Kombinasi obat Sofosbuvir, Ledipasvir dan Daclastavir telah menjadi game changer yang akan merubah Hepatitis C menjadi penyakit yang bisa benar-benar dikendalikan," ujarnya.
Menurut Aditya, beberapa negara seperti Amerika, Australia, India, Brazil, Thailand dan beberapa negara lain pun telah memulai program pengobatan massif dengan obat-obatan ini. Namun sayangnya, pemerintah Indonesia belum bergerak cepat mengambil langkah serupa dengan mengadakan program pengobatan Hepatitis C dengan jenis obat terbaru ini.
Padahal, Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat, estimasi penderita hepatitis C di Indonesia sekitar 1 persen dari total populasi penduduk Indonesia atau sekitar 2,5 juta penduduk. Namun sayangnya, pengobatan yang diupayakan oleh Pemerintah Indonesia masih menggunakan Peggylated interferon yang berbiaya tinggi dan mempunyai tingkat kesuksesan lebih rendah.
Kendati demikian, pengobatan dengan suntikan Peggylated Interferon saat ini ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun Aditya mengungkap besaran dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan yakni mencapai Rp 60 – 120 Juta rupiah tergantung tipe virus dan kondisi liver.
"Suntik Peggylated Interferon butuh Rp 2,5 juta sekali suntik setiap minggunya atau sekitar 10 juta setiap bulannya. Pengobatan dengan obat tipe lama ini pun lebih panjang karena membutuhkan waktu antara 6 – 12 bulan. Sedangkan menggunakan obat-obatan era sofosbuvir, harganya hanya sekitar Rp 3 juta sebulan eshingga total durasi pengobatan dengan menggunakan obat tipe baru ini cukup dengan dana Rp 9 – 18 juta rupiah tergantung tipe virus dan kondisi liver," ujarnya.
Untuk mendorong partisipasi pemerintah, LSM Indonesia AIDS Coalition (IAC) membuat sebuah Buyers Club yang bertujuan memfasilitasi pasien Hepatitis C yang membutuhkan obat-obatan terbaru ini untuk mengimportnya dari India. Sejauh ini tercatat, kurang lebih 100 pasien yang telah berhasil membeli obat ini dan sembuh.
"Apa yang kami lakukan dengan Buyers Club ini adalah tindakan sementara. Hal ini akan kami terus lakukan sampai nanti akhirnya Pemerintah Indonesia mau tergerak secara serius mengobati para pasien dengan menggunakan obat-obatan terbaru ini. BPJS akan mampu menghemat pengeluarannya jika Pemerintah mau memasukkan obat-obatan jenis terbaru ini ke dalam JKN dibanding sekarang yang hanya menanggung obatan-obatan Hepatitis C injeksi berharga mahal dan kurang efektif," pungkasnya.