Liputan6.com, Jakarta - Direktur Rumah Sakit Sumber Waras Abraham menceritakan awal mula penjualan lahan rumah sakit ke Pemprov DKI. Semula, tanah tersebut tidak akan dilepas kepada Pemprov.
Menurut Abraham, negosiasi pelepasan tanah RS Sumber Waras awalnya kepada PT Ciputra Karya Utama (CKU), mamun urung dilakukan pada 2013 lalu.
"Jadi jika CKU ingin mengubah peruntukan lahan dari suka sarana kesehatan (SSK) menjadi wisma susun, harus mengurus izin sampai 3 Maret 2014," sebut dia di RS Sumber Waras, Jakarta Barat, Sabtu (16/4/2016).
"Apabila dalam jangka waktu tersebut CKU belum mendapat izin, maka perjanjian batal demi hukum," sambung Abraham.
Usai permintaan tersebut disampaikan kepada CKU, tiba-tiba Abraham melihat pemberitaan di media, Plt Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, berniat membeli.
Awalnya, kata Abraham, pihaknya mengacuhkan pemberitaan tersebut. Namun, karena terus menerus dan santer disampaikan di media, akhirnya mereka bertemu dengan Ahok.
Dalam pertemuan tersebut, menurut Abraham, Ahok mengatakan ingin membeli RS Sumber Waras, untuk mendirikan rumah sakit khusus kanker.
Mantan Bupati Belitung Timur itu memastikan kepada pihak RS Sumber Waras, jika menjual tanahnya untuk mendirikan apartemen atau selain rumah sakit, Pemprov DKI tak akan mengeluarkan izin.
Setelah itu, Abraham mengaku, pihaknya bertemu PT CKU untuk membatalkan penjualan lahan RS Sumber Waras. CKU pun menerima hal tersebut.
"Setelah pertemuan dengan Ahok, kami pikir kita menyetujuinya," tutur dia.
Baca Juga
Advertisement
Penjualan kepada Pemprov DKI, kata Abraham, sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Kejadian tersebut berlangsung pada Desember 2014.
"Ini kami setujui jual harga NJOP, karena Ahok ingin bangun Rumah Sakit Kanker dan Jantung. Ini visi misinya sama dengan kita," ucap dia.
"Lalu mereka melakukan pembayaran melalui transfer Bank DKI, ditransfer ke rekening Bank DKI Rp 755.689.550.000," pungkas Abraham.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya menyebutkan, ada hal tak wajar dalam transaksi pembelian lahan RS Sumber Waras.
Kejanggalan yang dimaksud adalah transaksi transfer tunai sebesar Rp 755,69 miliar. Kejanggalan lain, karena transaksi dilakukan mendadak, yakni pada akhir 2014, persisnya 31 Desember 2014 pukul 19.00 WIB.
Kini kasus ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga sudah diperiksa.
Sementara, Ahok menyebutkan audit BPK ngawur dan menyembunyikan data. "Makanya itu kan audit BPK, dan KPK sudah pernah audit investigasi ya kan? Sekarang saya pengen tahu KPK mau nanya apa. Orang jelas, BPK-nya ngaco begitu kok," ucap Ahok.
"Saya bilang tadi BPK menyembunyikan data kebenaran. BPK meminta kita melakukan sesuatu yang tidak bisa kita lakukan. Suruh membatalkan transaksi pembelian tanah Sumber Waras," sambung Ahok, Selasa 12 April 2016 malam.