Liputan6.com, Jakarta - Usai menghilang dari Indonesia selama 13 tahun, pelarian buronan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono akhirnya menemui kata akhir. Samadikun ditangkap tim khusus dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, Samadikun sebelum ditangkap telah dipantau. Namun dia tak menjelaskan sejak kapan pemantauan dilakukan.
"Namanya pemantauan," ucap HM Prasetyo saat dihubungi, Sabtu (16/4/2016).
Diamengatakan, buronan aparat penegak hukum Indonesia yang kabur ke luar negeri tak hanya Samadikun. Ada banyak buronan yang sebagian besar tidak diketaui jejaknya sampai sekarang.
"Buronan kita masih banyak di luar negeri. Itu ada Samadikun Hartono, Edi Tansil, Tjoko Chandra. Semuanya sedang dicari," ucap Prasetyo.
Menurut dia, penangkapan dan pengembalian para buronan itu juga tak semudah membalik telapak tangan. Sebab, ada negara yang punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, ada yang tidak.
"Ini perlu waktu, karena ada negara yang sudah (punya perjanjian) ekstradisi dengan kita, ada yang tidak. Ini kan perlu waktu," kata Prasetyo.
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya Kejagung menyebutkan, pelarian buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono berakhir, setelah 13 tahun menghilang. "Dia ditangkap di China. Info dari Kepala BIN, ditangkap di Shanghai," ucap Prasetyo.
Samadikun merupakan terpidana kasus BLBI. Dia tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 pada 28 Mei 2003 karena melarikan diri. Dia sempat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK).
Dia merupakan mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Tbk. Bank umum swasta nasional tersebut menerima bantuan likuiditas dari Bank Indonesia dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan Dana Talangan Valas sebesar Rp 2.557.694.000.000 (Rp 2,5 triliun).
Namun, Samadikun telah menggunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia tersebut untuk kepentingan pribadi. Total uang yang digunakan sebesar Rp 80.742.270.528,81. (Rp 80,7 miliar).