Keluarga Korban Kebakaran Rutan Malabero Mengadu ke Komnas HAM

Keluarga para korban telah menunjuk 6 pengacara.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 17 Apr 2016, 13:46 WIB
Api semakin meluas, terdengar teriakan ratusan tahanan dari dalam tembok penjara, sebagian berupaya melompat tembok pembatas setinggi 8 m.

Liputan6.com, Bengkulu - Keluarga korban tewas akibat kerusuhan dan pembakaran Rumah Tahanan Negara (Rutan) Malabero Kota Bengkulu pada Jumat 25 Maret 2016 lalu berencana menuntut keadilan dan mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Keluarga dari 5 korban yang terpanggang saat kerusuhan di Blok A kamar nomor 7 itu sudah memberikan kuasa dan menunjuk 6 pengacara yang akan mendampingi mereka ke Komnas HAM.

Indra Gunawan, paman dari seorang korban tewas atas nama Agung Nugraha mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengumpulkan semua data dan bukti fisik yang akan dibawa ke Jakarta.

"Kami ingin menuntut kejelasan dan mencari titik terang persoalan ini, sebab ada fakta yang disembunyikan terkait peristiwa yang menewaskan keponakan kami itu," ujar Indra di Bengkulu pada Sabtu 16 April 2016.

Selain Agung Nugraha, empat korban tewas lain adalah Medi Satria bin Jaharudin, Hendra Novianto bin Amran, Agus Purwanto, dan Heru Biliantoro.

Berkas Tersangka

Sementara itu, proses hukum terhadap 25 tersangka yang terdiri atas provokator, eksekutor, dan tahanan yang membantu pembakaran Rutan Malabero saat ini sudah di tangan Kejaksaan Negeri Kota Bengkulu.

Terduga provokator kerusuhan atas nama EK diproses dengan berkas perkara tersendiri, 3 eksekutor pembakaran atas nama N, M, dan AW digabung dalam satu berkas. Sisanya sebanyak 21 tersangka pembakaran juga digabung menjadi satu berkas perkara.

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Bengkulu Satria Ika Putra mengatakan, berkas perkara itu sudah dilimpahkan dari tim penyidik Kepolisian kepada kejaksaan. Tetapi tim jaksa penuntut umum yang ditunjuk Kajari Bengkulu menilai berkas tersebut masih banyak kekurangan.

"Kami kembalikan ke penyidik kepolisian untuk dilengkapi," ucap Satria.

Kekurangan yang paling krusial adalah terkait rekonstruksi kejadian perkara, kelengkapan keterangan para saksi, dan beberapa dokumen penunjang lain yang masih harus disempurnakan.

"Kami ingin gambaran utuh dari peristiwa itu untuk menetukan peran masing-masing tersangka secara jelas," pungkas Satria Ika Putra.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya