Mensos: Ponpes Siap Lahirkan SDM Unggul Dibekali Sains

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pondok pesantren (ponpes) bisa menyiapkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM).

oleh Liputan6 diperbarui 18 Apr 2016, 06:30 WIB
Mensos Khofifah Indar Parawansa (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pondok pesantren (ponpes) bisa menyiapkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menghadapi persaingan global yang dilengkapi dengan teknologi.

“Menghadapi ketatnya persaingan global, ponpes tidak hanya menyiapkan SDM unggul dari segi religiusitas, tetapi bisa dari sisi keunggulan teknologi,” ujar Mensos saat mengunjungi Ponpes Karangasem Lamongan, Jawa Timur, melalui siaran pers, ditulis Senin (18/4/2016).

Teknologi tersebut, kata Mensos, terkait dengan potensi di daerah setempat. Misalnya, di Mrondong ada potensi produksi ikan yang sangat besar, sehingga mesti didorong agar tidak hanya bisa petik, kemas dan jual.

“Produksi ikan yang luar biasa itu harus didukung teknologi, sehingga tidak hanya petik, kemas dan jual. Melainkan dipetik, diolah, dikemas dan dijual,” tandasnya.

Potensi dari hasil laut masih terbuka luas, tepung iklan salah satunya. Di mana, hampir 20 persen ikan membusuk karena kekurangan alat cool storage. Padahal itu, merupakan potensi untuk membuat pakan ikan.

“Sebanyak 80 persen pakan ikan kita masih import dan potensi untuk membuat pakan ikan sangat besar sekali. Bahkan, Universitas Brawijaya pernah membuat alat tersebut hanya berkisar Rp 8 – 15 juta,” ucapnya.

Untuk peralatan tidak mesti berbiaya mahal atau high cost, melainkan yang bisa diterapkan dengan mudah dan murah, khususnya di lingkungan ponpes-ponpes di seluruh Indonesia.

“Semua teknologi dan peralatan tidak mesti berbiaya mahal, melainkan bisa diterapkan dengan mudah dan murah di berbagai ponpes di seluruh Indonesia sesuai dengan potensi masing-masing daerah,” katanya.

Terkait modal tidak perlu khawatir, sebab pemerintah menyiapkan paket bantuan di berbagai kementerian/lembaga. Bahkan bisa sharing budgeting dari APBN dan APBD pemerintah kabupaten/kota dan provinsi setempat.

“Modal tidak terlalu sulit tidak hanya bisa sharing budgeting dari APBN dan APBD kabupaten/kota dan provinsi,” tandasnya.

Terkait dengan persaingan tidak hanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), melainkan Trans-Pacific Partnership Agreement (TPPA) menjadikan pembekalan di pesantren harus ditambah sains di perguruan tinggi.

“Potensi proses tafaqquh fiddin mencapai dunia dengan ilmu (bil ilm) untuk membangun sapaan melalui harta (bil maal). Artinya, dakwah bil maal tools-nya Science, Technology, Engineering and Math atau STEM,” katanya.

Dengan model STEM tersebut, tentunya pesantren tidak kehilangan kurikulum khasnya melainkan dilengkapi pengayaan, misalnya ada ponpes di bidang agro, ponpes kewirausahaan, serta ponpes kelautan atau bahari.

“Ke depan, dengan STEM itu bisa melahirkan SDM unggul dari spiritualitas, sekaligus unggul dengan teknologi, ” katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya