Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 sudah berlangsung 51 tahun lalu. Penyelidikan Komnas HAM, jumlah korban diperkirakan mencapai 500 ribu hingga 3 juta jiwa.
Meski sudah puluhan tahun berlalu, cerita pahit masih dirasakan sejumlah pihak. Salah satunya adalah Sumini. Mantan ketua ranting organisasi sayap Partai Komunis Indonesia (PKI), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) di Pati, Jawa Tengah ini mengaku masih kerap diintimidasi.
"Apa salah saya? Saya masih sering diintimidasi. Mau kumpul-kumpul arisan, diintimidasi. Apa salah saya," kata Sumini sambil menahan tangis di acara 'Simposium Nasional Tragedi 1965', Jakarta, Senin (18/4/2016).
Wanita kelahiran 1946 ini mengaku menjadi ketua ranting Gerwani saat berusia 18 tahun.
Sumini mengaku mau bergabung Gerwani karena program yang ditawarkan adalah untuk memajukan rakyat, terutama kaum perempuan.
Baca Juga
Advertisement
"Programnya itu yang saya lakoni, menyadarkan perempuan untuk tidak buta huruf. Bahkan saya ikut menolak RUU Perkawinan, di mana salah satunya menolak perkawinan di usia dini," ujar dia.
Gerwani membawa Sumini dari Pati menuju Jakarta dan Bogor untuk membantu wanita yang ingin bertani. Dia hanya dua bulan di Jakarta dan Bogor kemudian pulang lagi ke Pati. Situasinya saat itu PKI dinilai sudah tidak berbahaya lagi.
"Saat balik ke Pati, saya dibilang 'itu dia yang nyiletin jenderal, yang mencongkel mata jenderal'. Ironisnya, Gerwani disebut melakukan kegiatan amoral," ujar Sumini.
Karena itu, dia pun meminta di simposium nasional ini bisa menjadi jalan keluar. Sumini berharap intimidasi yang dialaminya berakhir.