Liputan6.com, Semarang - Namanya Rafidah Helmi. Ia masih berusia 17 tahun 8 bulan. Ia adalah wisudawan Unissula Semarang termuda sekaligus menjadi lulusan sarjana kedokteran termuda se-Indonesia.
Tepuk tangan riuh mengiringi langkah mantapnya saat pembawa acara menyebut bahwa ia adalah lulusan sarjana kedokteran paling muda. Gadis kelahiran 31 Juli 1998 itu dianugerahi otak cerdas sejak lahir. Putri ketiga dari pasangan AKBP Purnawirawan Helmi dan Rofiah tersebut sudah terbiasa dengan kedisiplinan yang mengalir dari ayahnya.
Perjalanan akademiknya bisa dibilang ngebut. Saat diterima di TK Kemala Bhayangkari Secapa Polri Sukabumi, ia hanya menjalani kelas nol kecil selama sehari dan langsung naik kelas nol besar.
Karena kecerdasannya, pada usia 4 tahun 10 bulan Rafidah sudah masuk ke SD Sriwidari Sukabumi. Bangku SD dilaluinya selama lima tahun karena masuk program akselerasi. Begitu juga ketika duduk di bangku SMP dan SMA.
Ia mampu menyelesaikannya masing-masing hanya dua tahun. Ia kemudian mendaftar ke Unissula dan menjadi mahasiswa pada usia 14 tahun.
"Dari SD, SMP, dan SMA akselerasi. SD 5 tahun, SMP dan SMA 2 tahun," kata Rafidah usai Wisuda ke-71 Unissula, Senin, 18 April 2016.
Baca Juga
Advertisement
Rafidah mengaku sebenarnya ia ingin menjadi guru. Ia berubah pikiran saat melihat kakak tertuanya lulus sebagai sarjana kedokteran termuda dari UGM Yogyakarta. Sejak itu ia bertekad menjadi dokter dan mematahkan rekor sang kakak.
Rekor sarjana kedokteran termuda sebelumnya dipegang kakak pertamanya, yakni Riana Helmi, yang menjadi sarjana kedokteran termuda, yaitu 17 tahun 11 bulan dan tercatat di rekor MURI. Meski lulus lebih cepat, Rafidah belum tercatat Muri.
"Bukan rekornya yang penting, tapi ilmunya," kata Rafidah.
Lalu apa rahasianya ia dan kakaknya bisa sampai menoreh prestasi seperti itu? Rafidah mengatakan tidak ada yang istimewa. Ia mengaku tetap sering bermain dan belajar tanpa tekanan. Bagi Rafidah, yang terpenting menetapkan tujuan dari awal.
"Selagi muda belajar, berusaha raih cita-cita dan menetapkan tujuan dari awal. Saya di rumah ya biasa saja, sering main juga," kata Rafidah.
Ayah Rafidah, Helmi, mengaku tidak ada metode khusus untuk mendidik tiga putrinya, yakni Riana Helmi, Rosalina Helmi, dan Rafidah Helmi. Mereka bertiga, menurut Helmi, punya keinginan kuat untuk menempuh pendidikan untuk menjadi dokter.
"Ya seperti biasa, ikut bimbingan belajar biasa. Dia (Rafidah) itu seperti anak biasa, main, terus kalau bosan ya belajar," kata Helmi.
Dosen di sekolah polisi di Sukabumi itu juga memberikan tips agar para orang tua membina anak-anak hingga lulus SD. Pada jenjang berikutnya, anak-anak dibiarkan membina dirinya sendiri, tapi tetap didampingi orang tua.
"TK sampai SD itu kita (orang tua) bina. SMP dan SMA itu mulai membina dirinya sendiri. Anak itu tidak boleh ditarget, beban dia. Orang kalau dikasih beban kan malah lamban," kata Helmi.
Sementara itu, Rofiah, ibu dari Rafidah, menyebutkan ia berbagi tugas dengan suami ketika mendidik anak. Sang ayah melakukan tugas pendidikan di luar rumah seperti les, mencari sekolahan, dan sebagainya. Sedangkan, pendidikan di rumah Rofiah yang bertanggung jawab.