Liputan6.com, Jakarta - Usai Bom Bali I meledak pada 12 Oktober 2002, Indonesia menjadi lebih peka dengan terorisme. Sejarah memilukan tersebut menjadi cikal bakal berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Setelah 14 tahun berlalu, bayang-bayang teror masih menghantui. Beberapa warga negara Indonesia telah membaitkan diri untuk bergabung ke kelompok teroris dan hijrah ke Timur Tengah untuk berlatih paramiliter.
Salah satunya, WNI yang tergabung dengan kelompok teroris Santoso. Kelompok ini diketahui berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Jaringan Santoso ini menjadi target utama aparat penegak hukum.
Kepala BNPT Komjen Tito Karnavian menjelaskan jaringan teroris di Indonesia masih dikontrol oleh tiga ideolog teroris yaitu Bahrun Naim, Bahrumsyah, dan Salim Mubarok alias Abu Jandal yang diketahui berada di Suriah.
"Ada 3 jaringan perantara di situ Bahrun Naim, Bahrumsyah, dan Salim Mubarok alias Abdul Jandal alias Abdul Barok. 3 Orang ini harus dinetralisasi. Kalau tidak, mereka ini akan memprovokasi," ujar Tito dalam acara "The General Briefing on Counter Terrorism" di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).
Baca Juga
Advertisement
Mayoritas teroris Indonesia adalah anggota ISIS. Namun, "Sekarang jaringan radikal terbelah dua, ada yang mendukung ISIS, ada yang tidak. Pendukung ISIS terutama kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulad), mereka yang merencanakan serangan Teror Thamrin," jelas Tito.
Dia menuturkan, dari penyelidikan jaringan teroris, ketiga kelompok teroris itu memiliki tokoh panutan yaitu Aman Abdurrahman, narapidana Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Nusakambangan. Aman adalah Pemimpin JAD. Aman memiliki sel-sel teroris yang berperan sebagai eksekutor di lapangan yaitu Arief Hidayatullah, Hendro, Santoso, dan Sunakim.
"Kelompok Arief ini yang merencanakan serangan teror pada Desember 2015. Kelompok Hendro merencanakan serangan teror di beberapa lokasi wisata di Indonesia pada Januari 2016. Namun jangan khawatir. Sebab, mereka dan beberapa kawanannya berhasil kami tangkap," ungkap Tito.
Ia mengatakan, di antara sel-sel eksekutor teror, sel Sunakim alias Afif lah yang berhasil melancarkam aksinya pada 14 Januari 2016 di Thamrin, Jakarta Pusat, atau yang dikenang sebagai peristiwa Serangan Jakarta. Pemaparan ini dilakukan Tito di hadapan para duta besar negara sahabat, yang turut diundang sebagai pembicara, antara lain Duta Besar Belgia, Irak, Pakistan, Perancis, Tunisia, dan Turki.