Liputan6.com, Jakarta - Kematian terduga teroris Siyono menjadi sorotan publik karena diduga sarat pelanggaran hak asasi manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) dan PP Muhammadiyah vokal mengangkat kasus ini ke publik hingga Komisi III DPR turun tangan mengusutnya.
Kematian Siyono diklaim akibat perlawanannya terhadap Densus 88. Sementara hasil autopsi para pegiat HAM terhadap jasad Siyono menunjukkan hal berbeda dengan pernyataan polisi. Tak ada tanda-tanda bekas perlawanan Siyono terhadap petugas.
Menyikapi hal itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Tito Karnavian lebih mempercayai penjelasan anggota Densus 88. Ia mengaku sudah menjelaskan ke anggota Komisi III DPR bahwa tingkat bahaya anggota teroris tak dapat dilihat secara kasat mata, karena mereka menyimpan keahlian militer dan memiliki keberanian untuk mati sahid.
Baca Juga
Advertisement
"Saya sudah jelaskan di DPR, orang-orang (seperti Siyono) ini terlatih. Militan mereka ini meskipun badannya kecil. Apalagi kalau mengharapkan semua tertangkap hidup-hidup. Sangat sulit menurut saya. Karena apa? Mereka bersenjata dan memiliki kemampuan militer, ditambah doktrin mereka mencari mati sahid misalnya melalui kontak senjata, konflik dengan petugas. Kalau petugas yang mati, bagi mereka pahala," tutur Tito usai menjadi pembicara dalam acara The General Briefing on Counter Terrorism di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).
Jenderal Bintang 3 di Kepolisian ini berandai-andai, bila para terduga teroris bersikap kooperatif dengan petugas dan bersedia mengikuti proses hukum berlaku, tak akan ada teroris yang tewas di tangan aparat. Namun ia sadar hal itu jauh dari kenyataan karena para teroris sudah didoktrin sebagai prajurit perang jihad melawan pihak-pihak yang berupaya menghentikan misi kelompok mereka.
"Jika kelompok teroris tak mengalah, resikonya pasti ada korban. Kalau mereka mengikuti aturan hukum, dipanggil oleh polisi sebagai tersangka, datang ke penyidik, didampingi pengacara, kan tidak akan ada kontak tembak. Tapi mereka kan enggak mau. Mereka maunya fight. Siyono itu kelompok eks Jamaah Islamiyah," jelas Tito.
Kepala BNPT Tito menjelaskan, terorisme adalah masalah negara dengan dampak hingga ke dunia internasional. Upaya penindakan yang dilakukan aparat selama ini untuk melindungi masyarakat dari serangan kelompok radikal karena ancaman mereka bisa terealisasi kapan saja.
"Saya menyampaikan, kita punya masalah urgent. Misalnya yang ke Suriah dan lain-lain. Ini kan harus jelas, ada tidak pelanggarannya hukumnya? Jangan sampai menyesal. Jangan sampai mereka pas ke sana (Timur Tengah) latihan bersenjata, pulang ke sini, lalu siapa yang bisa menjamin mereka tak melakukan teror?" ujar Tito menandaskan.