Perang Suku di Sudan Selatan, 100 Anak Diculik untuk Jadi Budak

Dua etnis Sudan Selatan berperang untuk mendapatkan ternak, air, dan lahan.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 20 Apr 2016, 07:44 WIB
DK PBB menuntut Pemerintah Sudan Selatan mencegah serangan lanjutan pada markasnya dan warga sipil di negara yang dilanda perang saudara itu

Liputan6.com, Addis Ababa - Pemerintah Ethiopia mengatakan lebih dari 200 orang terbunuh dan 100 anak-anak diculik di perbatasan dengan Sudan Selatan sepanjang Maret dan April.

Serangan paling mematikan terjadi pada Jumat, 15 April lalu. Saat itu 183 penduduk sipil tewas di 13 kabupaten. Selain itu, 2.000 ternak juga dicuri. Hal itu diungkapkan departemen komunikasi Ethiopia, seperti dilansir dari CNN, Rabu (20/4/2016).

Pemerintah Ethiopia menyalahkan militan bersenjata dari Suku Murle, Sudan Selatan yang melakukan aksi tersebut di sepanjang perbatasan kedua negara. Mereka sengaja menargetkan Suku Nuer yang tinggal tak jauh dari situ.

Pemerintah percaya, anak-anak yang diculik akan digunakan untuk budak. Penyerangan perbatasan sangat lazim di dua negara itu karena mereka bergumul untuk mendapatkan ternak, tanah, dan sumber alam seperti air dan lahan hijau.

"Kami harus segera menghentikan ancaman perang antar etnis ini. Siapapun yang nekat melakukan tindakan tersebut akan kami bawa ke pengadilan," kata Menteri Komunikasi Ethiopia, Getachew Reda.

"Orang-orang itu sudah terusir dari desanya," tutur Reda yang baru saja kembali dari daerah tersebut.

"Usaha yang pertama kali kami akan lakukan adalah merehabilitasi mereka. Kembalikan ke desanya," beber dia.

Reda mengatakan, sejauh ini, Ethiopia dan Sudan Selatan memiliki hubungan baik dan meminta dunia internasional untuk mengeliminasi perang etnis di perbatasan.

Sudan Selatan adalah negara yang baru saja berdiri. Ia mendapatkan kemerdekaannya dari Sudan pada 2011 setelah perang bersaudara selama berpuluh-puluh tahun. Meski sudah bebas, infrastruktur masih buruk dan kemiskinan masih tinggi.

Sudan Selatan memiliki dua etnis utama, Dinka dan Nuer. Keduanya berseteru masalah adat semenjak 2013. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya