Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Richard Halim Kusuma, mantan Komisaris PT Agung Sedayu Group. Pemeriksaan anak bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan itu terkait kasus dugaan suap pembahasan raperda reklamasi pulau.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, penyidik KPK memeriksa Richard yang kini menjabat Direktur Utama itu, untuk mencari tahu bagaimana perusahaan itu mendapatkan izin untuk mereklamasi. Anak perusahaan PT Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi 5 pulau.
"Masih seputar proses perizinan oleh perusahaan itu. Bagaimana proses dapat perizinan itu," ucap Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/4/2016).
Karenanya, KPK juga mendalami peran Richard dalam pembahasan raperda yang berujung suap itu. Mengingat, saat izin reklamasi itu keluar, Richard masih menjabat sebagai Komisaris PT Agung Sedayu Group.
Baca Juga
Advertisement
"Mendalami peran Richard. Dia dulu mantan Komisaris PT ASG. Kita akan cari tahu keterkaitannya dengan pembahasan raperda," ucap Yuyuk.
Penyidik KPK memeriksa Richard Halim Kusuma hari ini. Pemeriksaan tersebut merupakan jadwal ulang yang saat itu dibatalkan penyidik KPK.
Richard menjadi orang ketiga yang diperiksa penyidik KPK dari pihak PT Agung Sedayu Group. Sebelumnya sudah ada Sugianto Kusuma alias Aguan yang merupakan pemilik PT Agung Sedayu Group serta Nono Sampono, Direktur PT Kapuk Naga Indah, anak usaha PT Agung Sedayu Group.
KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Mereka adalah Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.
Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda RWZP3K dan Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta oleh DPRD DKI. Di mana kedua raperda itu sudah 3 kali ditunda pembahasannya di tingkat rapat paripurna.
Adapun selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.