Ratu Tolak Beri Izin Tambang Pasir, Seanet Minta Stop Reklamasi

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Ahok mengatakan, sumber pasir untuk melakukan reklamasi Teluk Jakarta berasal dari Serang.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 20 Apr 2016, 14:58 WIB
Sejumlah warga memadati kawasan Muara Angke untuk melihat proses reklamasi di Jakarta, Minggu (17/4). Lokasi yang dulunya mejadi tempat nelayan mencari ikan berubah menjadi dataran dari proyek Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Banten - Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah, tidak mengetahui persis kapan izin pengerukan pasir dari pantai utara Kabupaten Serang, Banten, dikeluarkan.

"Saya tidak tahu persis kapan izin nya dikeluarkan. Saya tanya ke bagian perijinan, itu dikeluarkan 2013 sampai 2015," kata Ratu Tatu, di Pendopo Gubernur Banten, Kota Serang, Rabu (20/04/2016).

Bahkan menurut Tatu, semua proses perizinan tambang telah di ambil alih Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

"Izin ini ada di pemprov, berdasarkan undang-undang. Tidak ada satupun izin yang dikeluarkan saya sejak jadi bupati. Izin-nya sudah di provinsi sejak 2015," terang Ratu Tatu.

Dirinya pun berkilah meski menjabat sebagai wakil Bupati Serang periode 2010-2015, dirinya tak pernah di ajak membahas ijin pengerukan pasir oleh Bupati terdahulu, yakni Ahmad Taufik Nuriman.


"Sejak jadi wakil, saya tidak mendapatkan paparan itu. Saya jadi wakil 2010, kajian itu sebelum 2010. Ijin nya itu di kabupaten," tegas Ratu.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok mengatakan, sumber pasir untuk melakukan reklamasi Teluk Jakarta yang dilakukan oleh Agung Sedayu Group di ambil dari pantai utara Serang, Banten.

Dampak Reklamasi

Sementara itu, Peneliti Small Island Network (Seanet) Ahmad Mony menilai, dampak reklamsi teluk Jakarta sebetulnya tidak hanya di lingkup pesisir Ibu Kota saja, tapi juga wilayah lainnya.

"Contoh daerah terdampak ya Serang, Banten pasirnya habis dan bisa dipastikan habitat pesisirnya rusak. Bisa dibayangkan betapa rusaknya ekosistem di sana," ujar Mony pada Liputan6.com.

Mony juga meragukan pernyataan yang menyebutkan bahwa reklamasi tidak akan merusak lingkungan. karena faktanya, tidak ada reklamasi yang tidak mengorbankan lingkungan hidup.  

"Janganlah hanya karena proyek ambisius daerah lain jadi korban. Sudah cukup banyak nelayan tradisional yang jadi korban," kata Alumni Ilmu Kelautan IPB ini.

Mony menambahkan, dampak ekologi yang paling parah adalah berubahnya struktur ekosistem pesisir yang akan merubah kelimpahan makrozoobentus dan juga kawasan lindung hutan mangrove akan terancam.

Data sementara Seanet menyebutkan ada sekitar seluas 242,97 hektare yang jadi nursery dan fishing ground ikan yang bakal hilang. Imbasnya, kerusakan ekologi dan tingkat trofik makanan di pesisir makin rusak parah.

"Hentikan Reklamasi, terlalu banyak yang dikorbankan dan imbasnya bakal sangat luas. keseimbangan bakal rusak. Cukup, janganlah melawan alam dan lingkungan hidup," pungkas Mony.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya