Liputan6.com, Jakarta - Nur Hakim, penderita hidrosefalus, mencoba menelan susu yang disiapkan sang bunda, Shendi Agustya Irflani. Meski tak lagi bisa melihat, Nur Hakim makan dengan lahap.
Hakim harus mendapat energi yang cukup, sebelum berangkat terapi. Ia sudah menjalani 2 dari 3 operasi. Seminggu sekali Hakim belajar duduk, angkat kepala, dan mengatur keseimbangan.
Hakim anak kedua pasangan Sugiono dan Shendi, lahir 25 Januari 2014 dalam kondisi sehat walafiat. Untuk merawat Hakim, Shendi rela menumpang di basement rumah sakit hingga rumah singgah.
"Menumpang di basement rumah sakit sampai rumah singgah, demi pengobatan anak," ujar Shendi, pelopor gerakan Berbagi Kasih Nur Hakim.
Tak terhitung jumlah harta benda yang terjual demi pengobatan Hakim. Rumah, tanah, dan kendaraan, semua habis dijadikan bekal untuk Shendi memulai hidup di Jakarta, bersama keluarga.
Baca Juga
Advertisement
Saat bekal dari Cilacap habis, Shendi punya cara bertahan demi Hakim. Berjualan kerupuk menjadi pilihannya.
Bahkan, Shendi menyisihkan hasil penjualan kerupuk untuk meringankan beban orang tua pasien penderita hidrosefalus. "Menyisihkan 80 persen keuntungan untuk berbagi," kata dia.
Tak hanya menyisihkan keuntungan dari berjualan kerupuk, sesekali Shendi mengajak mereka berwisata untuk memberikan motivasi pada para pasien.
Dari gerakan Shendi ini, Berbagi Kasih Nur Hakim bisa membantu 150 keluarga pasien dalam 1 tahun.
Shendi membentuk gerakan Berbagi Kasih Nur Hakim karena sebuah alasan. Ia ingin membantu para penderita hidrosefalus lainnya.
"Makanya saya kalau punya rezeki, enggak ingin beli apa-apa, inginnya bagi-bagi. Karena biarpun Rp 5.000, Rp 10.000, atau Rp 100.000, itu berarti banget buat mereka (penderita hidrosefalus)," kata Shendi.
Saksikan kisah perjuangan Shendi dalam Pantang Menyerahyang ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (22/4/2016), di bawah ini.