JK: Terima Suap, Penegak Hukum Harus Diganjar Sanksi Lebih Berat

JK menilai Mahkamah Agung sebagai pertahanan terakhir hukum Indonesia harus benar-benar bersih.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 22 Apr 2016, 18:30 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Liputan6.com, Jakarta - Menyusul penangkapan Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution karena terlibat suap, nama Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi ikut terseret. Setelah KPK menggeledah kediamannya, kini Nurhadi dicegah ke luar negeri.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kondisi ini sangat tidak baik. Mahkamah Agung sebagai pertahanan terakhir hukum Indonesia harus benar-benar bersih.

"Ya memang pasti MA sebagai pertahanan terakhir hukum kita itu harus bersih. Karena itu namanya agung kan. Jadi kalau tidak bersih tentu tidak agung, jadi kita harus seperti itu. Harus betul-betul diyakinkan bahwa lembaga MA itu bersih dan adil, gitu kan," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (22/4/2016).

Menurut dia, sebagai pejabat institusi hukum di Indonesia, Edy dan komplotannya harus mendapat hukuman lebih berat jika terbukti bersalah. Seperti yang dijatuhkan kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Akil diganjar dengan hukuman seumur hidup karena suap beberapa sengketa pilkada.

"Sama juga di MA, kalau dia berbuat itu pasti hukumannya akan lebih tinggi dibanding yang lain, karena dia justru penjaga terakhir hukum," ujar JK.

Namun dalam kasus yang menjerat Nurhadi, JK tidak mau ikut campur terlalu dalam. Biarkan KPK berproses hingga kasus ini terungkap.

"Tetapi itu masalah KPK-lah. Kita tidak mencampuri prosesnya itu. Tapi hanya mengharapkan semuanya secara baiklah," pungkas JK.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya