Liputan6.com, Jakarta Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan Public Private Partnership memiliki posisi strategis untuk membantu dan mengatasi berbagai permasalahan sosial di Indonesia.
“Posisi strategis Public Private Partnership, salah satunya membantu mengatasi berbagai permasalahan sosial, sebab pemerintah tidak bisa bekerja sendirian,” ujar Mensos saat menjadi keynote speaker pada Muktamar Rotary District 3410 di Hotel Crown Plaza Bandung, Jumat (22/4/2016) malam.
Misalnya, kata Mensos, di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) hasil pemetaan terdapat masalah disabilitas akibat kekurangan gizi. Upaya yang dilakukan selain meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga menelusuri akar permasalahannya.
“Di NTT terjadi disabilitas akibat kekurangan gizi. Upaya yang dilakukan selain meningkatkan kualitas SDM juga mencari akar masalahnya,” ucapnya.
Pada saat yang sama, 85 persen anak-anak di sana belum memiliki akta kelahiran. Akta kelahiran begitu penting bagi masa depan mereka, sekaligus sebagai kelengkapan administrasi kependudukan.
Baca Juga
Advertisement
“Akta kelahiran begitu penting. Sebab jika tidak memiliki, si anak tidak bisa diterima di SDN, tidak bisa menjadi anggota Polri dan TNI, serta Pegawai Negeri Sipil (PNS),” katanya.
Hasil pemetaan akar masalah diketahui bahwa semua bermula dari orangtua anak-anak yang tidak memiliki cukup dana untuk membayar belis (mahar-red) dan pemberkatan, sehingga pernikahan mereka tidak tercatat.
“Terjawab sudah akar dari persoalan di sana, yaitu pernikahan yang tidak teradministrasikan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), sehingga anak-anak mereka tidak memiliki akta kelahiran,” katanya dalam siaran pers yang diterima Liputan6.com.
Pada posisi tersebut, Mensos dan jajaran Kementerian Sosial (Kemensos) menginisiasi pertemuan dengan para pemuka agama, tokoh adat, serta tokoh masyarat. Dalam pertemuan tersebut diminta untuk belis perkawinan bisa dikonversikan dengan kitab suci.
“Melalui dialog dengan suasana yang akrab dan harmonis, akhirnya bisa dilakukan belis, bisa dikonversikan dengan kitab suci,” katanya.
Kemudian, didirikan posko di seluruh kabupaten/kota di NTT untuk pendaftaran dan pengadministrasian perkawinan dan pemberkatan perkawinan, serta anak-anak bisa diberikan akta kelahiran.
“Akhirnya, semua bisa dilakukan melalui dialog, sehingga pengadministrasian bisa dilakukan, kemudian prosesi pemberkatan dan anak-anak bisa mendapatkan akta kelahiran,” ujarnya.
Saat ini ada 87 juta anak-anak Indonesia dengan 36 juta di antaranya belum memiliki akta kelahiran. Padahal, akta kelahiran merupakan hak dasar bagi seorang anak.
“Penyisiran dilakukan di daerah-daerah yang tidak sulit dijangkau. Kelanjutannya pada Juli ini akan dipindahkan ke Provnsi Kalimantan Tengah,” katanya.
Anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran, tidak hanya karena orangtua yang tidak memiliki dana. Ada juga karena orangtua tidak menginginkan anak tersebut, sehingga ada upaya menggugurkan sejak masa kehamilan.
“Tidak hanya karena orangtua yang memiliki dana untuk mencatatkan perkawinan, juga karena kelahiran yang tidak diinginkan oleh orangtuanya,” katanya.