Liputan6.com, Raja Ampat - Beberapa tahun lalu penangkapan ikan secara berlebihan dan penggunaan bom ikan pernah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan ekosistem laut di Perairan Raja Ampat.
Perusakan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya laut Raja Ampat telah mengundang kepedulian para pemerhati lingkungan dunia seperti Shawn Heinrich untuk datang ke sana.
"Ketika saya melihat para nelayan mencabik sirip ikan hiu dan melemparkan kembali tubuhnya ke laut hidup-hidup, itu adalah suatu penghinaan bagi tempat yang sangat istimewa ini," kata Shawn Heinrich, seperti dilansir Antara.
Sutradara film dokumenter peraih penghargaan Emmy itu bercerita, bahwa dia sedang mencari tempat terakhir di bumi yang masih asri dan utuh hingga dia tiba di Raja Ampat pada 2006.
Baca Juga
Advertisement
Dia pun kemudian jatuh cinta dengan alam dan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi itu dan sadar bahwa tempat istimewa tersebut berada di bawah ancaman serius dan harus dilindungi.
Dengan menggandeng lembaga nirlaba Conservation International (CI), USAID dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Heinrich kemudian mendokumentasikan upaya-upaya konservasi yang dilakukan untuk menjaga Raja Ampat dari kerusakan lewat filmnya yang berjudul Guardians of Raja Ampat.
Kisah sukses masyarakat Raja Ampat yang menjadi inspirasi film itu antara lain berkenaan dengan penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL), yang meliputi wilayah 3,6 juta hektare pada 2006 serta wilayah suaka bagi hiu dan manta pada 2010.
Masyarakat sekarang dilarang untuk memburu ikan hiu, pari, dugong dan penyu di kawasan Raja Ampat. Para nelayan juga tidak boleh memancing di wilayah yang ditetapkan sebagai bank ikan, yang merupakan tempat ikan berkembang biak.
"Supaya ikan bertambah banyak karena dia suplai ikan-ikan besar dan kecil. Mereka ke luar dari situ," kata Nomensen Mambraku, nelayan setempat, soal bank ikan itu.
"Memancing dengan menggunakan pukat dilarang, ya sudah masyarakat hanya boleh mengambil ikan dengan alat pancing sederhana di atas sampan," kata Thias Taborak, petugas Dinas Perikanan setempat.
Kearifan Sasi Masyarakat adat di Raja Ampat juga menerapkan suatu aturan tak tertulis yang melarang penangkapan hewan laut pada waktu tertentu.
Tradisi turun temurun yang disebut Sasi itu diwariskan leluhur mereka untuk menjaga keseimbangan kehidupan hewan laut dari eksploitasi yang berlebihan.
"Bisa tiga bulan, enam bulan bahkan hingga satu tahun. Setelah itu, nelayan boleh memancing lagi," kata Tahir, warga Pulau Misool, tentang tradisi Sasi Laut yang sejatinya memberi waktu kepada biota laut untuk berkembang biak.
Selain Sasi Laut, ada juga tradisi Sasi Darat, yang ketika diberlakukan masyarakat tidak boleh menebang pohon atau mengambil buah dari hutan untuk dikonsumsi.
"Masyarakat boleh ambil kayu di hutan, tapi untuk dipakai sendiri, tidak boleh menjual kayunya ke luar Raja Ampat," kata Tahir.
Menyelam di Raja Ampat
Kearifan itu membuat hutan di pulau-pulau Raja Ampat sampai sekarang tetap hijau dan rimbun, menjadi suaka bagi berbagai macam burung termasuk cendrawasih, murai batu, bangau, dan elang.
Kekayaan Bahari Kabupaten Raja Ampat, yang luasnya kurang lebih 46.000 kilometer persegi, sekitar 87 persen dari wilayahnya adalah laut.
Conservation International yang sejak 2004 bekerja di sana mendapati bahwa perairan Raja Ampat menjadi rumah bagi sekitar 75 persen spesies karang dunia.
Karang-karang itu menyediakan makanan, mata pencaharian, dan tempat berlindung dari badai tropis kepada sekitar 65.000 penduduk yang bermukim di 121 kampung di 37 pulaunya.
Selain menjadi rumah bagi sedikitnya 1.427 jenis ikan karang, perairan Raja Ampat juga menjadi tempat hidup ratusan jenis moluska, puluhan spesies hiu, paus dan lumba-lumba, penyu dan pari manta.
Ada dua jenis spesies hiu endemik yang hanya bisa dijumpai di Raja Ampat. Warga setempat menyebutnya Wabbegong dan Kalabia, atau hiu berjalan. Disebut hiu berjalan karena dia menggunakan siripnya untuk berjalan di atas pasir atau karang.
Selain itu, Raja Ampat punya banyak tempat penyelaman. Tidak sedikit penyelam mencanegara yang menyebut perairan Raja Ampat sebagai surga penyelaman di dunia.
Di Raja Ampat tengah saja sedikitnya ada 20-an tempat penyelaman yang menunggu untuk dijelajahi, belum lagi yang ada di sebelah utara dan selatan di Pulau Misool.
"Ketika menyelam, kemudian lihat ke atas yang terlihat bukan permukaan air tetapi ribuan ikan. Gerombolan ikan barakuda, tenggiri, atau tongkol memutar seperti topan badai," kata Thias tentang Blue Magic, yang disebut sebagai salah satu tempat penyelaman terbaik di Raja Ampat.
Selain itu masih banyak keindahan yang menunggu untuk ditemukan di Raja Ampat, yang memiliki setidaknya 1.846 pulau. Jika setiap satu hari digunakan untuk mengunjungi satu pulau, maka dibutuhkan setidaknya lima tahun untuk menjelajahi semua pulau di Raja Ampat.
"Banyak kekayaan yang dimiliki oleh Raja Ampat. Tapi seperti Bapak Bupati bilang, baiknya dibuka sedikit demi sedikit," kata Asisten III Sekretaris Daerah Kabupaten Raja Ampat Semuel Belseran.
Pada 9 Mei nanti, masyarakat Raja Ampat akan merayakan hari jadi kabupaten di Pantai Waisai Torang Cinta. Mereka akan berpesta, merayakan kehidupan dan mensyukuri anugerah Sang Pencipta di bumi Papua itu. perencanaan yang matang," kata dia.
Advertisement