Liputan6.com, Tarakan - Upaya pembebasan warga Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf terus dilakukan pemerintah Indonesia. Sementaraitu, Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) juga bersiaga di Tarakan, Kalimantan Utara.
Latihan simulasi pembebasan sandera beberapa kali dilakukan dengan melibatkan pasukan dari Angkatan Darat, Laut dan Udara. Aksi militer pembebasan WNI itu sewaktu-waktu bisa saja dilakukan, sesuai instruksi presiden.
Simulasi itu hanya sebagian dari latihan yang dilakukan PPRC. Mereka juga berlatih secara tertutup agar tidak terpantau kelompok Abu Sayyaf. Sebab, TNI menduga kelompok teroris itu memantau pergerakan pasukan di Tarakan.
Sebanyak 14 warga Indonesia saat ini disandera kelompok bersenjata di wilayah Filipina Selatan. Kawasan yang puluhan tahun selalu bergejolak oleh aksi separatisme.
Penyanderaan pertama dilakukan terhadap 10 awak kapal tunda Brahma 12 dan tongkang Anand 12, yang tengah mengangkut 7.000 ton batu bara di perairan Filipina selatan, 26 Maret lalu. Kelompok Abu Sayyaf mengaku sebagai pelaku penyanderaan dan meminta tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,2 miliar.
Kelompok Abu Sayyaf sempat memberi batas waktu hingga 8 April 2016 lalu untuk memberi tebusan. Namun, hingga hari ini negosiasi masih dilakukan.
Di tengah upaya negosiasi, kabar mengejutkan kembali diterima di Tanah Air. Empat warga Indonesia kembali disandera kelompok bersenjata.
Kejadian bermula pada Jumat 15 April 2016 pukul 18.32 WITA. Kapal TB Henry dan tongkang Cristi yang tengah dalam perjalanan pulang dari Filipina menuju Tarakan, dibajak di kawasan Lahad Datu Malaysia, sekitar 14 mil laut dari pantai Filipina.
Sempat terjadi baku tembak antara pembajak dengan pasukan patroli Malaysia. Enam orang diselamatkan, satu di antaranya terkena tembakan. Sementara, empat orang lainnya dibawa para penyandera.
Baca Juga
Advertisement
Berbeda dengan penyanderaan pertama, hingga kini belum ada kelompok yang mengklaim sebagai pelaku maupun permintaan tebusan.
Namun keluarga Samsir, salah satu ABK yang diculik, di Tarakan, Kalimantan Utara dikagetkan adanya pernyataan di akun facebook Samsir dengan nama Henry tugboat. Di akun itu tertulis dirinya ada di Filipina dan meminta keluarga tidak resah.
Informasi tentang adanya empat WNI yang kembali disandera membuat keluarga kian cemas. Ratnawati Nompo, ibu kandung Wawan Saputra, salah seorang ABK asal Makassar kini sakit-sakitan karena memikirkan keselamatan anaknya. Keluarga pun menaruh harapan besar pada pemerintah.
Kelompok Abu Sayyaf memiliki anggota sekitar 400 orang. Mereka kerap menyandera warga asing untuk meminta tebusan. Selain warga Indonesia, mereka kini juga menyandera warga Belanda, Kanada, Norwegia dan Malaysia.
Kelompok Abu Sayyaf lahir dari konflik separatis berkepanjangan di wilayah selatan Filipina. Kelompok ini merupakan kelompok separatis terkecil namun paling berbahaya. Kelompok garis keras ini didirikan oleh Abdurajak Abu Bakar Janjalani, setelah memisahkan diri dari Front Nasional Pembebasan Moro pada 1991.
Kelompok Abu Sayyaf berbasis di Pulau Basilan, Mindanao, Jolo dan Tawi Tawi. Seperti kelompok teroris lainnya, mereka kerap melakukan penculikan untuk mendapat uang tebusan.
Abu Sayyaf juga terkait dengan kelompok teroris Santoso di Poso, Sulawesi Tengah. Mereka diketahui beberapa kali memasok senjata dan amunisi untuk kelompok ini.
Akhir Maret lalu Rolanda de Torchio, mantan misionaris Italia yang disandera sejak Oktober 2015 dibebaskan Abu Sayyaf, diduga setelah membayar tebusan. Ia ditemukan tentara dan polisi di atas sebuah kapal di Pelabuhan Jolo, Provinsi Sulu.
Tidak lama setelah de Torchio dibebaskan, pasukan khusus Filipina memburu kelompok Abu Sayyaf.
Namun di tengah perjalanan di Desa Baguindano, Tipo Tipo, Pulau Basilan, Filipina Selatan, pasukan Filipina yang ada di lembah disergap ratusan anggota Abu Sayyaf yang ada di posisi lebih tinggi. Sebanyak 18 anggota pasukan khusus Filipina tewas dan 53 lainnya menderita luka-luka.
Kekalahan besar pasukan Filipina menunjukkan kelompok Abu Sayyaf yang berjumlah sekitar 400 orang itu memiliki kemampuan tempur yang baik dan sangat menguasai medan tempur.
Sepanjang sejarah, tentara Indonesia memang tidak pernah gagal dalam operasi pembebasan sandera. Salah satunya pembebasan 20 ABK Sinar Kudus di Perairan Somalia tahun 2011 lalu.
Namun, pemerintah memilih bersikap hati-hati. Selain belum ada izin dari Filipina tentara negara lain masuk ke wilayahnya, operasi militer akan membahayakan keselamatan para sandera.
Saksikan selengkapnya dalam Barometer Pekan Ini yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (23/4/2016) berikut ini.