Dampak Aturan Properti Asing Baru Terasa Tahun Depan

Aturan kepemilikan properti bagi orang asing di tahap awal tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan penjualan properti.

oleh Muhammad Rinaldi diperbarui 25 Apr 2016, 10:15 WIB
Pembelian properti oleh orang asing secara resmi selama ini tidak besar, masih di bawah satu persen dari keseluruhan properti secara nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) memprediksi penerapan aturan kepemilikan properti bagi orang asing di tahap awal tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan penjualan properti nasional. Hal itu disebabkan warga asing masih akan melihat dan mempelajari aturan tersebut apakah sudah sesuai dengan keinginan dan kelayakan investasi mereka.

"Saya kira fokusnya jangan dulu berapa besar pertumbuhan penjualan, karena di tahun ini orang asing pasti akan pelajari dulu sejauh mana aturan ini bagus untuk investasi. Namun tahun depan saya yakin efeknya terhadap penjualan sudah sangat membantu," ungkap Ketua Umum DPP REI, Eddy Hussy kepada Liputan6.com, Senin (25/4/2016).

Dia menyebutkan pembelian properti oleh orang asing secara resmi selama ini tidak besar, masih di bawah satu persen dari keseluruhan properti secara nasional. Kalau pertumbuhan properti setiap tahun sekitar 10 persen, maka dengan adanya aturan baru kepemilikan properti asing pada 2016 diharapkan pertumbuhan properti bisa meningkat menjadi 15 persen per tahun.

"REI berkeyakinan dengan adanya aturan properti asing yang semakin jelas saat ini, dibandingkan negara tetangga pasar properti di Indonesia lebih baik," ujar Eddy.

Namun dia mengakui sukses atau tidaknya aturan properti asing ini akan sangat tergantung pada ketentuan yang diberikan pemerintah. Misalnya kabar boleh membeli tetapi tidak boleh disewakan. Kalau benar, ungkap Eddy, maka itu akan kurang menarik bagi orang asing. Sebabnya, karena orang asing secara logika tidak mungkin tinggal sepanjang tahun di Indonesia, sehingga perlu ada kejelasan mengenai ketentuan rumah atau apartemen tersebut harus ditempati.

"Bisa saja sebenarnya orang asing hanya sebulan atau dua bulan sekali menghuni unitnya, jadi Indonesia seperti second home. Ketika ada kerjaan atau liburan dia kemari menempati rumahnya," paparnya.

REI berharap orang asing yang bisa membeli rumah atau apartemen tersebut bukan saja yang bekerja di Indonesia, namun juga orang asing yang memiliki uang dan berminat memiliki hunian di Indonesia. Dan mereka akan membelanjakan uang mereka selama berada di Indonesia.


Harga Zonasi

Harga Zonasi

Terkait terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No 13 tahun 2016 yang salah satunya menetapkan harga minimal pembelian rumah tunggal atau rusun (apartemen) bagi orang asing yang menerapkan pola zonasi atau per daerah, REI menyambut baik.

Eddy menegaskan asosiasi yang dipimpinnya setuju dengan penetapan harga minimal rumah atau apartemen yang bisa dibeli orang asing dengan pola zonasi. Dia memberi contoh seperti di Batam yang ditetapkan dari Rp 750 juta untuk apartemen dan Rp 1 miliar untuk rumah tunggal sangat kompetitif.

"Kalau benar seperti itu, saya yakin aturan properti asing ini bisa mendorong orang asing yang dulu membeli properti dengan status hukum tidak jelas, menjadi lebih transparan. Itu akan dorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Eddy.

Dalam Permen 13 tahun 2016 itu disebutkan batasan minila harga rumah tunggal yang bisa dibeli orang asing di Jakarta berkisar Rp 10 miliar, dan apartemen Rp 5 miliar. Sedangkan di Jawa Barat dan Banten, ditetapkan sama yakni Rp 5 miliar (rumah tunggal) dan Rp 1 miliar (apartemen).

Sementara Bali ditetapkan Rp 3 miliar untuk rumah tunggal, dan Rp 2 miliar untuk apartemen.

"REI sejak awal dilibatkan kok dalam pembahasan harga melalui zonasi ini, namun memang kami perlu pelajari dulu keseluruhan Permen tersebut," ujar Eddy. (Muhammad Rinaldi/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya