Uang Tebusan Harus Jadi Daya Tarik Kebijakan Tax Amnesty

Saat ini kebijakan RUU Tax Amnesty masih dalam pembahasan di DPR.

oleh Nurmayanti diperbarui 23 Apr 2016, 17:01 WIB
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa pihak dinilai masih terus berupaya menggagalkan Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR RI.

Penolakan terutama datang dari pihak asing karena tak ingin dana warga Indonesia yang tersimpan di negara surga pajak kembali ke dalam negeri untuk membiayai pembangunan nasional dan memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pengamat Perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Rony Bako mengingatkan pemerintah dan DPR  untuk berhati-hati dengan hal ini. Adapun negara yang sering menjadi tempat menyimpan dana warga RI seperti Singapura.

"Ada saja cara mereka lakukan. Entah itu dengan lobi-lobi politik. Pasti ada (terlihat jelas). Pemerintah harus berhati-hati dengan ini," kata Roni di Jakarta, Minggu (24/4/2016).

Roni menilai kepentingan asing melalui perusahaan-perusahaan yang terafiliasi akan terkena dampak besar akibat kebijakan tax amnesty.

Menurut dia, kekhawatiran terhadap pihak asing yang ingin menggagalkan rencana pengesahan RUU Tax Amnesty, membuat pemerintah Indonesia harus mengambil prinsip. Salah satunya dengan menetapkan tarif tebusan yang menarik yang akan dibebankan kepada peserta pengampunan pajak.

Sejauh ini, tarif tebus yang akan berlaku untuk deklarasi adalah 2 persen untuk tiga bulan pertama, 4 persen untuk tiga bulan kedua, dan 6 persen untuk enam bulan selanjutnya. Sementara untuk tarif tebusan yang berlaku atas repatriasi dana adalah 1 persen untuk tiga bulan pertama, 2 persen untuk tiga bulan kedua, dan 3 persen untuk enam bulan selanjutnya.

Ia mengatakan bahwa pembahasan RUU Tax Amnesty kuncinya ada di besaran uang tebusan. Menurutnya, perlu adanya pembedaan selisih tarif tebus antara yang  deklarasi dana yang ditempatkan di luar negeri dengan  yang merepatriasi dananya  ke Tanah Air dibuat lebih signifikan, sehingga banyak warga negara Indonesia yang menempatkan dana di luar negeri melakukan repatriasi dana kembali ke NKRI.

"Jangan biarkan asing mengusik DPR. Caranya ya dengan meyakinkan mereka bahwa tarif yang disediakan pemerintah menarik. Jadi tax amnesty harus didukung demi peningkatan basis pajak dan penerimaan negara,” dia menjelaskan.

Salah satu peneliti pajak Indonesia Bawono Kristiadji mengatakan, ‎jika ada isu-isu asing seperti Singapura yang ingin menjegal keberlangsungan RUU Tax Amnesty, maka pemerintah harus tetap konsisten dan terus maju untuk mengaplikasikan kebijakan tax amnesty.

"Mereka harus terus maju, karena di zaman globalisasi ini, kebijakan pajak setiap negara dapat saja berpengaruh pada situasi pajak di negara lain. Jadi pasti ada negara yang takut atas hal tersebut seperti Singapura atau yang lainnya," kata dia.

Bawono mengatakan, data-data diluaran sana tentang wajib pajak yang belum membayar pajak dengan semestinya masih banyak dan pemerintah harus melihat itu dengan diberlakukannya tax amnesty.

"Data atas harta yang selama ini belum dilaporkan, itu bisa terjaring karena tax amnesty. Itu sangat penting dalam membangun kepatuhan pajak di Indonesia. Karena dengan tax amensty di kemudian hari pemerintah memiliki data dan profil harta atau penghasilan WP dengan lebih baik. Hal inilah yang lebih esensial dari kebijakan tax amnesty," kata dia. (Nrm/Zul)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya