Liputan6.com, Jakarta - "Kita bakar-bakar Ahok aja, ha.. ha.. ha..," kelakar seorang ibu yang menggendong anaknya di depan api unggun di antara reruntuhan bangunan di Kampung Aquarium, Penjaringan, Jakarta Utara.
Ia bersama puluhan warga lainnya tengah ronda dan gantian berjaga. Di depan sebuah tenda darurat. Mereka adalah warga Kampung Aquarium, Penjaringan, Jakarta Utara, yang tetap bertahan di bekas puing-puing rumahnya.
Mereka tengah membakar jagung untuk mengganjal perut. Kayu-kayu bekas reruntuhan jadi bahan bakar api unggunnya. Tikus-tikus yang berkeliaran jadi pemandangan biasa, di samping terpal-terpal tempat mereka tidur.
"Urat takut kami udah putus semua, sudah enggak punya apa-apa lagi. Kita masih tetap bertahan, mau ke mana lagi?," ujar Surya Rachmawati (23) di lokasi.
Puluhan anak asyik bermain, berlarian, main kejar-kejaran.
"Jal, lu tidur deh, besok sekolah," ujar seorang ibu mengimbau anaknya untuk menaiki perahu yang jadi rumah daruratnya.
Baca Juga
Advertisement
Dua tenda darurat berwarna hijau, dan satu tenda darurat jadi tempat berteduh mereka dari hujan dan terik matahari. Tiga lampu sorot jadi penerangannya, mereka meriung di bawah lampu sorot dan dua api unggun yang mereka buat.
Untuk makan sehari-hari mereka mengandalkan beberapa bantuan dan swadaya mereka secara pribadi.
Angka jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul 23.00 WIB, belasan dari puluhan anak gelisah. Mereka susah tidur, nyamuk, tikus dan dinginnya embusan angin malam mengganggu nyenyak tidur mereka.
"Dari yang gue data udah 120 orang anak SD yang di sini bang, bisa lebih. Sama SMP juga," Jamiad (22) pada Liputan6.com, Selasa (26/4/2016) malam.
Selain anak-anak, 50 lebih Manula juga bertahan di sana. Mereka meriung dan saling bercengkerama, gurauan-gurauan jadi penghibur tersendiri.
"Lu udah punya jabatan baru, jadi orang PLN," ujar Boy (30) pada seorang kawannya yang habis ditangkap polisi saat ingin mengambil aliran listrik Selasa sore.
"Kalau gue kenapa-kenapa, gue pesan sama warga Kampung Aquarium tolong jagain dan selamatin anak sama bini gue," jawab Trisyono (34) disambut gelak tawa belasan kawan-kawannya.
Mereka menertawakan segala hal, bahkan soal penggusuran dan puing-puing rumahnya. Mereka berkelakar soal di manakah bekas kakus rumahnya masing-masing.
"Ntar kita cari lagi besi besok pagi, baru beli nasi," ujar Topas (30) pada temannya saat mereka berencana untuk membeli nasi sebab lapar sudah membelit perutnya.
Dari keterangan koordinator warga Kampung Aquarium, Upi Yunita. Sebanyak 358 kepala keluarga (KK) masih bertahan di bekas reruntuhan rumahnya, ada yang tinggal di perahu-perahu, bertahan di bawah tenda.
Puing bangunan yang membukit jadi pemandangan aneh, di seberangnya dua apartemen megah berdiri, seolah mengapit mereka. Sudah 16 hari lebih mereka tetap bertahan dalam keadaan seperti itu.
Sesekali, berbagai ormas, dan dermawan silih berganti datang. Membawa bantuan, nasi bungkus, mie instan, obat-obatan. Namun, sejatinya mereka butuh kejelasan atas nasibnya.