Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dan Tiongkok sepakat meningkatkan kerja sama dalam bidang hukum. Kerja sama ini termasuk dalam pertukaran informasi intelijen, mengenai koruptor Indonesia yang menjadi buron dan diduga masih berada di beberapa wilayah Tiongkok, Hong Kong, dan Makau.
"Jika ada buronan kita yang sudah berkekuatan hukum tetap maka pihak Tiongkok dapat segera memproses dan mengembalikannya kepada Pemerintah Indonesia," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan seperti dilansir Antara di Beijing, Selasa 26 April 2016.
Menurut dia, Indonesia ingin kedua negara segera meratifikasi perjanjian ekstradisi. Hal tersebut diungkapkannya usai memimpin delegasi Indonesia dalam dialog kelima mengenai politik, hukum, dan keamanan Indonesia dan Tiongkok.
"Selama ini kami sudah banyak memulangkan warga negara Tiongkok yang menjadi pelaku kriminal atau yang bermasalah di Indonesia. Diharapkan, sebaliknya juga melakukan hal yang sama dan semakin kuat kerja sama tersebut jika ada ratifikasi ekstradisi," kata Luhut.
Selama ini, proses pemulangan warga negara yang bermasalah dari kedua negara dilakukan melalui mekanisme permohonan bantuan hukum timbal balik (Mutual Legal Assistance/MLA).
Duta Besar RI untuk Tiongkok merangkap Mongolia, Soegeng Rahardjo menengarai, "masih ada beberapa koruptor buron yang berada di wilayah Tiongkok."
"Ya kami terus melakukan kerja sama dan koordinasi dengan aparat setempat, untuk seluruh proses penangkapan, hingga pemulangannya," lanjut Soegeng.
Baca Juga
Advertisement
Pengembalian Aset Century
Anggota Dewan Negara Tiongkok Yang Jiechi sepakat segera meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, termasuk mendukung proses penyelesaian aset Bank Century di Hong Kong.
Tiongkok mendukung upaya pengembalian aset Bank Century yang telah dibekukan Pengadilan Hong Kong.
Pada 2014, Pemerintah Indonesia mendapat jalan untuk merampas dan menyita sebagian aset terkait kasus PT Bank Century di wilayah hukum Hong Kong. Nilai aset yang dapat dirampas itu berkisar US$ 4.076.121 atau setara Rp 48 miliar.
Jalan untuk melakukan perampasan dan penyitaan terbuka setelah Pengadilan Tinggi Hong Kong mengabulkan sebagian permohonan Pemerintah Indonesia, yang diwakili Menteri Hukum dan HAM.
Permintaan itu diajukan melalui mekanisme permohonan bantuan hukum timbal balik (MLA) kepada Menteri Kehakiman Hong Kong.
Nilai aset yang dapat dirampas masih fluktuatif. Mengingat sebagian besar aset tersebut berbentuk saham.
Permintaan MLA Pemerintah RI yang diproses dan diajukan oleh Menteri Hukum dan HAM ini, berdasar pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 339/Pid.B/2010/PN.JKT.PST tahun 2010.
Proses di Pengadilan Tinggi Hong Kong masih belum final. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan upaya banding guna mengejar aset lainnya karena putusan Pengadilan Tinggi belum mencakup keseluruhan permintaan penyitaan yang diajukan.