Menkeu Dukung Penghentian Survei Lembaga dan Kementerian

Survei biasanya dilakukan Kementerian/Lembaga untuk mendapatkan data-data ekonomi yang lebih spesifik atau sektoral.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Apr 2016, 14:21 WIB
Menkeu Bambang Brodjonegoro ketika mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (17/2). Rapat tersebut membahas situasi perekonomian 2015 dan proyeksi perekonomian pada 2016. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Kementerian/Lembaga menghentikan kegiatan survei demi menghindari duplikasi data ekonomi. Paling penting, penghentian survei akan menciptakan penghematan anggaran negara.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, survei biasanya dilakukan Kementerian/Lembaga untuk mendapatkan data-data ekonomi yang lebih spesifik atau sektoral. Dan dalam hal ini, Badan Pusat Statistik (BPS) tidak melakukan survei.

"Kan ada survei yang dilakukan BPS, ada yang tidak, yang harus dihindari itu duplikasi data," tegas Bambang saat ditemui dikantornya,Jakarta, Rabu (27/4/2016).

Sebagai contoh, dia mengatakan, data kemiskinan di setiap Kementerian/Lembaga berbeda-beda, seperti di Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Kesehatan, dan BPS. Diharapkan Jokowi, ke depannya Kementerian/Lembaga mengacu pada satu data di BPS.

"Jadi nanti pakai BPS saja, Kemensos tinggal pakai data BPS. Kemensos tidak perlu lagi bikin survei. Intinya menghindari duplikasi dan mengurangi anggaran. Kan penghematan anggaran bukan cuma mengurangi perjalanan dinas, tapi juga kurangi belanja yang duplikasi atau berulang," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluhkan adanya perbedaan data yang ada di beberapa Kementerian/Lembaga. Alhasil, kebijakan yang mau diambil pun seringkali tidak pas dan tepat sasaran. Agar tak terjadi lagi, Jokowi memberi kewenangan mengurus berbagai hal terkait dengan data kepada BPS.

"Sejak masuk Istana sampai sekarang, kalau saya ingin misalnya data kemiskinan, Kemenkes ada, Kemensos ada, BPS ada, datanya berbeda-beda. Ini yang mulai sekarang saya tidak mau. Urusan data pegangannya hanya 1, di BPS. Tapi BPS sendiri kalau urus data yang benar," ujar Jokowi.

Dengan memiliki data yang akurat, lanjut Jokowi, Indonesia dapat lebih mudah berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu, data akurat juga memudahkan pemerintah menentukan kebijakan menjadi lebih tepat sasaran.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga memberi penegasan agar BPS melakukan penjaringan data dengan tepat.

"Kalau tidak benar, hati-hati. Saya cross check. Entah cara ambil sampelnya, atau cari data di lapangannya, nanti ada keputusan yang lain," tegas Jokowi.

BPS akan melakukan sensus ekonomi dalam rentang 1-31 Mei 2016. Sensus ini nantinya untuk mengetahui jumlah pelaku usaha, di luar sektor pertanian, di Indonesia. Total petugas lapangan yang akan menjaring data sebanyak 340 ribu dan disebar di 80 ribu desa seluruh Indonesia.

Agar menghasilkan data yang akurat, BPS juga tidak bisa sendirian. Oleh karena itu, Jokowi mengajak para pengusaha juga melaporkan data-data yang benar.

"Beri data yang benar. Ini tidak ada urusan sama pajak. Kalau omset seribu ya bilang seribu, jangan didiskon. Ini penting sekali melihat competitiveness, melihat kondisi pengusaha mikro, sehingga kebijakan apa yang akan dijalankan jadi makin jelas," papar dia.

"Jangan sampai muncul potret salah, sehingga salah ambil formulasi kebijakan. Saya tahu ini sebuah tugas Sensus Ekonomi 2016, apalagi banyak menjamur bisnis berbasis online dan fokuslah pada hasil yang ingin kita dapat yaitu potret akurat," tandas Jokowi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya