Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menerbitkan aturan insentif bagi perbankan yang mampu meningkatkan tingkat efisiensi. Insentifnya berupa diskon atau pengurangan alokasi modal inti (AMI) dari 40 persen-100 persen untuk membuka jaringan kantor cabang.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon saat Konferensi Pers Insentif Perbankan, mengungkapkan, tingkat efisiensi tersebut diukur dari rasio marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) dan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)
"Kalau NIM dan BOPO perbankan sudah mencapai tingkat efisien tertentu, maka bisa mendapatkan pengurangan modal inti saat membuka kantor cabang. Jika tidak, ya modal inti tetap seperti aturan sebelumnya," terangnya di kantor OJK, Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Insentif ini akan tertuang dalam peraturan mengenai persyaratan untuk membuka jaringan kantor dengan menurunkan perhitungan alokasi modal inti bagi bank yang bisa meningkatkan efisiensi.
Baca Juga
Advertisement
Regulasi dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran OJK tentang Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum berdasarkan Modal Inti yang merupakan penyempurnaan dari Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/7/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum berdasarkan Modal Inti.
Lebih jauh dijelaskan Nelson, bagi seluruh Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 1,2,3, dan 4 dengan NIM lebih kecil dari 4,5 persen dan level BOPO mencapai angka tertentu, maka bisa mendapatkan pengurangan alokasi modal inti pembukaan jaringan kantor.
Batasan rasio BOPO yang dapat mengantongi insentif, antara lain, pertama, bagi bank BUKU 3 dan BUKU 4 mempunyai rasio BOPO lebih rendah dari 75 persen. Sedangkan bagi bank BUKU 1 dan BUKU 2 adalah bank yang memiliki rasio BOPO lebih rendah dari 85 persen.
"Semakin rasio NIM dan BOPO rendah, maka semakin besar insentif penurunan modal inti untuk buka jaringan kantor. Bahkan sampai dibebaskan dari tambahan modal inti, karena itu berarti bank tersebut sudah benar-benar efisien," jelasnya.
Dengan insentif ini, Nelson berharap bank yang efisien dapat meningkatkan ekspansi penyaluran kredit karena dengan modal inti yang sama bank dapat memiliki jaringan kantor yang lebih banyak.
"Diharapkan juga bisa meningkatkan efisiensi yang akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit dan akhirnya meningkatkan daya saing bank dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," ucap Nelson.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Komisioner Bidang Pengaturan Perbankan OJK, Mulya E Siregar menambahkan, perbankan yang mampu meningkatkan tingkat efisiensi dari NIM dan BOPO, OJK akan memberikan diskon modal inti dari 40 persen-100 persen.
Dia merinci, perbankan BUKU 1 dan BUKU 2 perlu mengalokasikan modal inti senilai Rp 8 miliar untuk membuka kantor operasional, membuka kantor cabang pembantu dan fungsional masing-masing Rp 3 miliar, sementara kantor kas bersifat operasional sebesar Rp 1 miliar.
Sementara untuk BUKU 3 dan BUKU 4, membuka kantor kantor wilayah membutuhkan alokasi modal inti Rp 10 miliar, kantor pembantu dan fungsional masing-masing Rp 4 miliar, kantor kas bersifat operasional sebesar Rp 2 miliar.
"Jadi kalau BOPO bank BUKU 1 masih 4,5 persen-5 persen, tapi BOPO-nya kecil atau di bawah 80 persen, bank belum dapat diskon. Kalau di bawah 4,5 persen, baru dapat diskon alokasi modal inti," tutur Mulya.
Contoh lain, Mulya mengatakan, perbankan dengan NIM 4,2 persen dan BOPO di bawah 80 persen, akan mendapatkan diskon 50 persen. Sehingga alokasi modal inti membuka jaringan kantor dari Rp 8 miliar berkurang menjadi Rp 4 miliar.
Sedangkan jika NIM-nya 3,4 persen, alokasi modal inti didiskon 60 persen, sehingga hanya butuh Rp 3,2 miliar modal inti. NIM lebih kecil mencapai 3,2 persen, diskon 80 persen dan bisa mengalokasikan modal inti hanya Rp 1,6 miliar.
"Tapi kalau bisa di bawah 3 persen NIM bank, diskonnya 100 persen. Artinya tidak perlu modal inti buat buka kantor cabang. Jadi bisa saving uang banyak untuk ekspansi kantor cabang lain," pungkas Mulya. (Fik/Ndw)