Hirokazu Hosaka (kanan) dan istrinya, Minako Hosaka mengamati peti mati ibunya di 'Corpse Hotel' di Kawasaki, Jepang, 20 April 2016. Tempat itu adalah kamar mayat yang didesain untuk menyimpan jenazah yang menunggu jadwal kremasi. (REUTERS/Thomas Peter)
Petugas memindahkan peti jenazah ke sebuah kamar di 'Corpse Hotel', Kawasaki, Jepang, 20 April 2016. Dengan tarif setara Rp 1,1 juta, konsumen dapat menyimpan jenazah kerabatnya untuk periode 4 hari, sebelum dikirim ke krematorium. (REUTERS/Thomas Peter)
Sebuah peti jenazah diletakkan di salah satu kamar yang berada di 'Corpse Hotel', Kawasaki, Jepang, 20 April 2016. Bisnis 'hotel mayat' ini muncul karena jumlah jenazah dan ketersediaan tempat pembakaran mayat (krematorium) timpang (REUTERS/Thomas Peter)
Seorang anak bersepeda di depan 'Corpse Hotel' di Kawasaki, Jepang, 20 April 2016. 'Hotel Mayat' ini dilengkapi dengan tabung pendingin otomatis dan juga disediakan dapur serta ruang tunggu bagi keluarga dan tamu yang datang melayat (REUTERS/Thomas Peter)
Hirokazu Hosaka dan istrinya, Minako Hosaka berdoa di depan peti mati ibunya di 'Corpse Hotel', Kawasaki, Jepang, 20 April 2016. Tempat itu adalah kamar mayat yang didesain untuk menyimpan jenazah yang menunggu jadwal kremasi. (REUTERS/Thomas Peter)
Peti berisi jenazah diletakkan di salah satu kamar yang berada di 'Corpse Hotel', Kawasaki, Jepang, 20 April 2016. Bisnis 'hotel mayat' ini muncul karena jumlah jenazah dan ketersediaan tempat pembakaran mayat (krematorium) timpang (REUTERS/Thomas Peter)