Liputan6.com, Jakarta Selama dua dekade terakhir, anak tunggal lekat dengan sikap antipati, antisosial, egois, kesepian, manja, suka memerintah dan sebagainya. Benarkah hal tersebut?
Psikolog dan penulis buku Parenting an Only Child: The Joys and Challenges of Raising Your One and Only (Broadway Books, 2001), Susan Newman, PhD membenarkan, hingga kini stigma tersebut masih ada, setidaknya masih kuat sejak 30 tahun lalu.
"Mitos umum, anak tunggal itu tidak peka, manja, antisosial dan sebagainya. Padahal menurut sebuah studi, mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain yang memiliki kakak dan adik," katanya, seperti dikutip Parenting, Sabtu (30/4/2016).
Baca Juga
Advertisement
Secara khusus, kata dia, anak tunggal itu belum tentu manja, kesepian, egois, tergantung orangtua. Karena semua karakter yang dia punya tergantung pada pola asuh orangtua.
"Sebenarnya, ada banyak berita baik tentang anak tunggal. Bahkan, penelitian menunjukkan mereka sangat percaya diri, terorganisasi dengan baik, dan ambisius. Namun, banyak pasangan merasa ingin memiliki bayi kedua, khawatir kalau anak mereka mungkin antisosial dan tidak memiliki pengalaman bersaudara," ujarnya.
Di sisi lain, manfaat lain memiliki anak tunggal adalah bisa lebih fokus menawarkan lebih banyak kegiatan ekstrakurikuler, wisata dan kesempatan pendidikan.
"Jika kita memiliki anak kedua, ketiga dan seterusnya, pengeluaran akan jauh lebih terbatas. Meski begitu, tiap pasangan punya keputusan sendiri untuk memiliki anak lainnya," pungkas Newman.