Harga Minyak Anjlok, Proyek Perusahaan Konstruksi Ini Terhambat

Perusahaan konstruksi grup Saudi Binladin sedang mengalami permasalahan yang pelik seiring harga minyak dunia merosot.

oleh Vina A Muliana diperbarui 30 Apr 2016, 17:20 WIB
Harga minyak mentah acuan AS turun 7,7 persen menjadi US$ 52,53 per barel dipicu sentimen krisis penyelesaian utang Yunani.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan konstruksi terbesar Arab Saudi yaitu Saudi Binladin Group (SBG) dikabarkan sedang tertatih-tatih. Harga minyak yang anjlok serta ekonomi dunia yang melemah membuat perusahaan ini harus rela terjerat hutang miliaran dollar.

Mengutip laman Marketwatch, Sabtu (30/4/2016) perusahaan ini sebelumnya sempat menjadi perusahaan terbesar yang menerima keuntungan dari penjualan minyak di Arab Saudi.

Seorang eksekutif di perusahaan tersebut mengatakan kini grup Saudi Binladin sedang mengalami masalah pelik. Perusahaan induk belum dapat memberikan dana suntikan operasional selama enam bulan.

Hal ini pun akhirnya memicu krisis pendanaan yang akhirnya berpengaruh pada rencana jangka panjang. Beberapa subkontraktor yang bermitra dengan perusahaan ini juga kabarnya belum mendapat pembayaran selama beberapa bulan terakhir.

Akhir Februari lalu, sebagian besar dari pegawai SBG turun ke jalan untuk meminta upah yang belum dibayar.

"Grup Saudi Binladin telah gagal untuk membayar pekerja mereka selama berbulan-bulan. Mereka telah diberikan sanksi sesuai peraturan," ujar Khaled Abalkhail, Juru Bicara Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi.

Bank nasional dan internasional mengatakan perusahaan tersebut sedang terlilit hutang hingga US$ 30 miliar atau sekitar Rp 395,46 triliun (asumsi kurs Rp 13.182 per dolar Amerika Serikat). Perusahaan konstruksi terbesar di Timur Tengah ini juga telah gagal dalam membayar utang tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan.

Satu alasan yang menjadikan perusahaan ini terlibat masalah adalah ekonomi melambat akibat harga minyak yang merosot. Pemerintah Arab Saudi sedang kesulitan mencari dana untuk membayar beberapa biaya konstruksi yang sedang berjalan.

Secara kasar, tiga perempat anggaran Arab Saudi yang dihasilkan dari penjualan minyak telah menurun sejak pertengahan tahun 2014. Hal ini akhirnya membuat defisit anggaran hingga mencapai US$ 100 miliar.


Industri Konstruksi Terpukul

Pendapatan berkurang dari minyak telah memukul industri konstruksi. Hal itu lantaran pemerintah menekan anggaran dan proyek-proyek infrastruktur.

Berdasarkan perkiraan industri, SBG menyumbang sekitar 70 persen dari kontrak konstruksi pemerintah Arab Saudi. Kelompok ini menjadi paling rentan terhadap perlambatan pengeluaran.

Manajemen SBG menolak untuk membahas situasi tersebut. Perusahaan tersebut juga belum dapat mengungkapkan laporan keuangan.

Namun dua eksekutif baru-baru ini bertemu dengan anggota terkemuka SBG menyatakan kalau manajemen dapat mengatasi situasi yang terjadi. "Pesan sangat penting adalah tidak ada krisis dalam Binladin," ujar salah satu eksekutif.

Namun, kabar dari sejumlah bankir dan penasihat keuangan mengatakan kalau SBG sedang melakukan pembicaraan dengan beberapa bank untuk meningkatkan pendanaan baru. Ini dilakukan dilakukan menyelesaikan proyek yang sedang berlangsung.

Para bankir, eksekutif dan penasihat dekat dengan grup ini menilai kalau SBG tidak akan pernah jatuh meski hubungan dengan pemerintah Arab Saudi tegang usai kejadian crane jatuh pada September 2015.

"Ini terlalu besar untuk gagal. Ini bagian dari sistem integrasi Saudi sehingga mereka akan temukan solusi," ujar salah satu kreditor Persian Gulf Bank Company.(Vna/Ahm)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya