Liputan6.com, Perth - Kate Moir dihantui trauma. Ia adalah penyintas (survivor) kasus pembunuhan berantai di Australia.
Saat ini, perasaan takut kembali menghantuinya. Sebab, salah satu tersangka berpotensi segera bebas dari penjara.
Pada 1986, perempuan itu melarikan diri dari rumah pasangan suami istri David dan Catherine Birnie, yang membunuh 4 orang, Mary Neilson (22), Susannah Candy (15), Noelene Patterson (31), dan Denise Brown (21). Seandainya ia tak kabur, Moir mungkin masuk daftar korban tewas.
Dikutip dari News.com.au, kala itu perempuan asal Perth tersebut berusia 17 tahun. Moir berhasil mendongkel sebuah jendela dan kabur dari rumah pasangan Birnie yang terletak di Willagee, sebuah kawasan pinggiran kota Fremantle, Australia.
Baca Juga
Advertisement
Moir kemudian meminta pertolongan orang-orang yang ada di sebuah pertokoan setempat. Polisi pun kemudian dilapori. Saat tiba di tempat kejadian perkara (TKP), aparat menemukan jasad-jasad korban.
Sebagai ganjaran kejahatan mereka, pasutri Birnie dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. David melakukan bunuh diri di sel penjara Australia Barat pada 2005, tapi Catherine mengaku ia telah 'sembuh dari kegilaan' yang mendorongnya membunuh 4 orang wanita muda.
Terpidana ingin dibebaskan, tapi Moir bersikeras agar terpidana itu tetap dipenjara selamanya.
Tak Seharusnya Diampuni
Beberapa tahun belakangan, Moir mengabdikan dirinya untuk mengubah sistem yang menurutnya sudah rusak, dan 'diperlunak' oleh para anggota dewan sehingga menguntungkan para pelaku pidana selama bertahun-tahun.
Ia mengatakan bahwa salah satu masalahnya adalah penilaian statuta berkala yang memungkinkan pelanggar serius seperti Birnie mendapatkan kesempatan untuk memaparkan kasus mereka demi mendapat pengampunan.
Birnie telah menjalani masa tahanan tanpa pengampunan selama 20 tahun pada 2000. Sejak saat itu, setiap 3 tahun Moir mendapatkan pemberitahuan bahwa hukuman Birnie sedang menjalani penilaian.
“Aku jadi marah karena hal ini muncul lagi ke permukaan, padahal tidak seharusnya demikian,” kata Moir kepada News.com.au.
“Aku baru bisa mulai melupakannya setelah 1 tahun,” ujarnya perihal penculikan dirinya yang terjadi pada 1986 tersebut. “Masa 19 tahun berikutnya benar-benar menyenangkan. Kemudian, setiap 3 tahun, aku dicari-cari pihak media.”
Moir memulai suatu petisi melalui Change.org dan telah mendapat lebih dari 11 ribu dukungan. Jaksa Agung Michael Mischin mau mendengarnya dan ia berharap memiliki momentum untuk membuat perubahan nyata.
Dalam sepucuk surat kepada Moir minggu lalu, Jaksa Agung menuliskan bahwa ia merencanakan untuk 'menimbang-nimbang pilihan' guna mengurangi frekuensi penilaian bagi para narapidana yang dihukum seumur hidup.
“Sebagaimana Anda maklumi, hal ini memerlukan waktu untuk mempersiapkannya,” kata pejabat tersebut.
Moir mengatakan bahwa keseluruhan sistem memerlukan perbaikan, “Aku ingin tidak ada pengampunan bagi pembunuh yang berniat. Aku ingin diberlakukan lagi pembunuhan berencana sebagai dakwaan," kata dia.
"Aku ingin tak ada lagi pengampunan bagi pelanggar seks dan penjahat seks terhadap anak-anak. Kita telah memperlunak peradilan kita selama bertahun-tahun lamanya.”
Sementara itu, pengacara dari Queen’s Council, Tom Percy di Perth mengatakan pada 2015 bahwa Birnie berhak mendapatkan telaah berkala. “Menurut saya, mengatakan secara membabi buta bahwa ia tidak pernah boleh bebas adalah salah," kata dia kepada harian The West Australian. “Apakah kita tetap menghukumnya hanya karena dendam?”
Moir mengatakan bahwa kejahatan yang telah dilakukan Birnie seharusnya menyebabkan terpidana dihukum selamanya. Moir sendiri bukan lagi seorang korban. Ia dengan tegas menyebut dirinya seorang penyintas, namun menurutnya, “Sudah cukup.”
“Setiap kali saya mendengar sedang ada penilaian pengampunan, mimpi buruk itu muncul lagi,” katanya baru-baru ini kepada Huffington Post. “Hal itu menimbulkan trauma karena saya terusik lagi dan rasanya seperti baru terjadi kemarin.”