Liputan6.com, Jakarta - Media Rusia melaporkan Google mempertimbangkan untuk membeli aplikasi perpesanan Telegram. Namun laporan tersebut dibantah keras oleh Telegram.
Hal ini berawal dari laporan Trade Secret, yang mengatakan Google memprakarsai pertemuan dengan Telegram pada tahun lalu. Kemudian RBC juga mengutip sumber yang mengatakan usulan Durov itu tidak sesuai dengan keinginan Google.
Menurut laporan tersebut, Google menilai Telegram memiliki valuasi setidaknya US$ 1 miliar. Durov yang pernah menjabat posisi eksekutif di media sosial saingan Facebook di Rusia, Vkontakte, mengatakan pada tahun lalu Telegram bernilai US$ 3-4 miliar.
Baca Juga
Advertisement
Laporan tersebut juga mengatakan CEO Google Sundar Pichai kembali bertemu dengan Durov pada Mei 2015, ketika Pichai masih menjabat sebagai Product Chief di Google.
Dikutip dari Fortune, Selasa (3/5/2016), Google enggan mengomentari isu dan spekulasi yang berkembang, namun juru bicara Telegram Markus Ra lebih berterus terang.
Ia mengatakan laporan tersebut sebagai "omong kosong". Saat ditanya apakah "omong kosong" itu berarti seluruh atau sebagian dari laporan itu, ia menjawab, "semuanya".
Telegram, yang mengklaim memiliki lebih dari 100 juta pengguna aktif bulanan, merupakan aplikasi perpesanan terenkripsi dan semacam jejaring sosial. Telegram memiliki fitur yang disebut "channel" untuk pesan siaran (broadcast), yang terkenal telah digunakan oleh ISIS.
(Why/Cas)