Mahasiswa Pendukung Papua Merdeka Serentak Unjuk Rasa di 2 Kota

Aksi pengunjuk rasa yang menuntut Papua Merdeka itu tak diizinkan kepolisian setempat.

oleh Eka HakimYoseph Ikanubun diperbarui 02 Mei 2016, 19:00 WIB
Mahasiswa pendukung Papua merdeka serentak aksi unjuk rasa.

Liputan6.com, Manado - Ratusan mahasiswa Papua yang berdomisili di Manado dan sekitarnya menggelar unjuk rasa di depan Asrama Cendrawasih V, Kelurahan Bahu, Kecamatan Malalayang, Manado, Sulut. Mereka menuntut Papua Barat lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hizkia, Koordinator Aksi dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan, mereka awalnya mengagendakan aksi damai di kantor DPRD Provinsi Sulut. "Hanya saja kami tidak mendapatkan ijin untuk aksi demo. Padahal, kami sudah ajukan surat pemberitahuan aksi," ujar Hizkia.

Bukan saja surat izin yang tidak dikeluarkan, ratusan aparat kepolisian dari Polda Sulut dan Polresta Manado juga mengepung asrama Papua sehingga massa aksi tidak bisa keluar. Ratusan mahasiswa itu sebelumnya mendesak agar bisa keluar dari asrama untuk menggelar aksi demo.

Terkurung dalam kompleks asrama, mahasiswa Papua secara bergantian berorasi di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian. Sejumlah demonstran mempertontonkan aksi atraktif dengan tampil menggunakan koteka dan pakaian adat Papua.

"Ini identitas kami. Kami berbeda dengan Indonesia. Kami bangsa Papua," ucap seorang mahasiswa yang mengenakan koteka, Senin (2/5/2016).

Dalam orasi, para demonstran menuntut agar warga Papua diberi kesempatan menentukan nasib sendiri melalui referendum. "Kami juga mendukung pertemuan parlemen internasional untuk Papua Barat di London Inggris untuk kemerdekaan bangsa Papua," ujar Hizkia.

Kombes V Polimpung dari Direktorat Intel Polda Sulut menolak memfasilitasi dialog. "Kami akan terus awasi. Jika anarkis, kami tindak tegas," ujar Polimpung.

Bintang Kejora

Aksi demonstrasi menuntut Papua merdeka juga digelar puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat Konsulat Indonesia Tengah di depan Monumen Mandala, Kota Makassar, Senin (2/5/2016). Aksi mereka dipaksa bubar setelah polisi menemukan pengunjuk rasa menggunakan atribut bintang kejora dan dianggap tidak memberitahukan aksi kepada pihak kepolisian.

Kapolrestabes Makassar Kombes Rusdi Hartono mengatakan upaya pembubaran paksa yang dilakukan pihaknya bukan hanya karena penggunaan atribut bintang kejora semata, tetapi juga karena aksi yang dilakukan mahasiswa Papua tersebut tak mengantongi izin aksi.

"Bukan sepenuhnya karena penggunaan atribut Bintang Kejora, tapi pelanggarannya lebih kepada pemberitahuan aksi yang terlambat. Baru semalam pemberitahuan dimasukkan, padahal mestinya tiga hari sebelumnya sudah masuk," ujar Rusdi.

Selain itu, pelanggaran lainnya, lanjut Rusdi, adalah aksi long march yang mengganggu ketertiban umum. Aksi itu menimbulkan kemacetan di Makassar. "Kita ini berusaha mengantisipasi kemacetan saat peringatan Hari Pendidikan Nasional yang diwarnai sejumlah unjuk rasa mahasiswa Makassar," ucap Rudi.

Sementara itu, Ekapiya Yeimo, koordinator aksi mahasiswa Papua, mengakui demonstrasi yang dilakukan pihaknya dibubarkan karena faktor penggunaan atribut Bintang Kejora. "Bukan bendera yang kami kibarkan tapi mengecat tubuh dengan simbol Bintang Kejora," kata Ekapiya.

Setelah diamankan di Mapolrestabes Makassar, mahasiswa Papua yang berjumlah 42 orang tersebut dibina dan diarahkan untuk dipulangkan kembali ke asramanya. "Kurang lebih sejam kita di Mapolrestabes diberi pengarahan selanjutnya dipulangkan ke asrama. Aparat kepolisian tidak sampai melukai para demonstran kita," ucap Ekapiya.

Dalam aksinya, Ekapiya menjelaskan KNPB-KIT menyuarakan tiga tuntutan. Pertama, pihaknya mendukung The United Liberation Movement for West Papua, organisasi payung seluruh organisasi untuk kemerdekaan Papua, memperoleh status anggota tetap di organisasi negara-negara Pasifik selatan, Melanesian Spearhead Groups.

Kedua, mendukung pelaksanaan konvensi itu di London, Inggris, Selasa, 3 Mei 2016. Tuntutan ketiga adalah menuntut pengusutan tuntas sejumlah kasus pelanggaran HAM. Bila pemerintah tidak mampu, ia meminta agar sederet kasus pelanggaran HAM didorong ke PBB untuk penyelesaiannya.

"Soal rencana aksi lanjutan, tidak ada tetapi kami mendukung lewat doa saja," kata Ekapiya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya