Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan segera memulai implementasi pertukaran data dan informasi perpajakan dengan Amerika Serikat (AS) pada September 2016. Kerja sama ini ditunjukkan dengan penandatanganan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA).
Dalam keterangan resmi yang diterima Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Senin (2/5/2016) menyatakan, dalam waktu dekat pemerintah Indonesia akan meneken FATCA dalam waktu dekat.
Advertisement
"Dengan penandatanganan tersebut, Indonesia akan memulai pertukaran informasi secara bertahap dengan pemerintah AS pada September 2016," tulis rilis itu.
Kebijakan FATCA dari AS telah menginspirasi pertukaran informasi secara otomatis untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange Of Information (AEoI).
FATCA mewajibkan lembaga keuangan yang berada di luar Amerika Serikat, Foreign Financial Institution (FFI) untuk melakukan pelaporan kepada pemerintah AS.
Pelaporan ini mengenai informasi terkait akun keuangan yang dimiliki penduduk AS memegang kepemilikan yang cukup signifikan. Kewajiban ini diiringi dengan pemberlakuan non-compliance penalty berupa 30 persen with holding tax atas dana yang dikeluarkan AS.
Di samping itu, pemerintah Indonesia akan mempersiapkan penerapan keterbukaan informasi atau AEoI dengan 94 yurisdiksi lain yang akan berlaku sejak September 2018. Dalam pelaksanaan FATCA dan AEoI, Kemenkeu mendukung keterbukaan informasi perbankan dalam kerangka pertukaran informasi perpajakan.
"Hal ini sangat penting dalam rangka menjaga posisi Indonesia agar tidak dianggap yurisdiksi yang tidak kooperatif atau non cooperative jurisdiction yang akan membawa dampak luas bagi sektor finansial dan industri di Indonesia," keterangan resmi Kemenkeu menjelaskan.
Masih dari rilis Kemenkeu, era keterbukaan informasi yang dipioniri AS dalam bentuk kebijakan FATCA direspons negara lain untuk melakukan hal serupa. Pada 2013, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari negara-negara anggota G20 dan OECD melakukan pertemuan untuk memberikan dukungan atas pertukaran informasi secara otomatis sebagai suatu standar pertukaran informasi global dengan tujuan perpajakan.
Kemudian disusul dengan persetujuan formulasi kebijakan semacam FATCA melalui Common Reporting Standard pada 2014. Kebijakan ini menjadi dasar dalam pertukaran informasi secara global.
OECD melaporkan, per 14 April 2016, dari 94 yurisdiksi, 55 di antaranya berkomitmen melakukan pertukaran informasi secara otomatis di 2017 termasuk yurisdiksi yang selama ini dikenal sebagai negara surga pajak atau tax havens, seperti Bermuda, British Virgin Island, Cayman Island, Luxembourg, dan lainnya. Juga Singapura, Jepang dan Indonesia pada 2018.
"Kerja sama internasional pertukaran informasi dengan tujuan perpajakan sangat penting untuk mengatasi krisis keuangan dunia, mencegah aktivitas penghindaran dan pengemplangan pajak. Apalagi dengan kasus Panama Papers sehingga negara G20 sepakat memberi defensive measures bagi yang tidak kooperatif membuka datanya," tulis rilis itu. (Fik/Ahm)