Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia turun sekitar tiga persen seiring produksi minyak dari negara produsen minyak tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) mendekati puncak tertinggi. Hal itu juga memicu spekulasi aksi beli untuk harga minyak acuan Brent.
Pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), harga minyak Brent untuk pengiriman Juli melemah US$ 1,54 atau 3,3 persen menjadi US$ 45,83 per barel setelah sempat sentuh level terendah US$ 45,72. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot US$ 1,14 atau 2,5 persen menjadi US$ 44,78 per barel.
Produksi minyak mentah OPEC naik menjadi 32,64 juta barel per hari pada April 2016. Angka itu mendekati level tertinggi dalam sejarah.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, ekspor Irak juga meningkat pada April 2016. Pedagang juga mencermati laporan data Genscape yang menyebutkan stok naik 821,96 barel di Cushing, Oklahoma.
"Level harga tertinggi harga minyak WTI dan Brent telah dicapai, dan kami rekomendasikan untuk beli terutama melihat data mingguan EIA" ujar Konsultan Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch seperti dikutip dari laman Reuters, Selasa (3/5/2016).
The US Energy Information Administration (EIA) akan menerbitkan data mingguan pada Rabu pekan ini. Data itu akan melaporkan soal persediaan dan stok minyak.
Pada pekan lalu, harga minyak Brent mencapai rekor tertinggi. Harga minyak Brent naik 21,5 persen pada April, dan kenaikan itu terbesar dalam tujuh tahun. Selain itu, harga minyak WTI juga naik ke posisi tertinggi dalam 10 bulan. Analis menilai penguatan harga minyak itu terlalu cepat.
"Reli harga minyak sehingga mendorong harga minyak WTI di atas US$ 46 per barel tampaknya sedikit berhubungan dengan fundamental. Hanya sebagian dipengaruhi faktor keuangan, dan mungkin lebih berkaitan dengan sentimen," ujar Analis BNP Paribas Harry Tchilinguirian. (Ahm/Ndw)