Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) seperti barang baru bagi Indonesia. Padahal negara ini sudah dua kali menerapkan kebijakan tersebut di era pemerintahan Soekarno dan Soeharto.
Sementara di Italia, telah menerapkan kebijakan pengampunan pajak hingga 59 kali.
Pengamat Perpajakan Darussalam mengungkapkan, Italia sudah mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak sebanyak 59 kali sejak 1900. Itu artinya, negara ini mengeksekusi kebijakan tax amnesty sekali dalam dua tahun.
"Tapi ini tidak boleh ditiru Indonesia ya. Kalau bisa tax amnesty sekali dalam seumur hidup. Bahkan pemerintah harus mengkampanyekan bahwa tax amnesty kali ini adalah yang terakhir di Republik Indonesia," ujar dia di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Lebih jauh Darussalam menjelaskan, selama 59 kali mengimplementasikan tax amnesty, baru sekali Itali tersebut berhasil menarik uang banyak dari warga negaranya yang menyimpan harta kekayaan di luar negeri, termasuk negara surga pajak (tax havens). Keberhasilan tersebut diraih pada 2007.
Baca Juga
Advertisement
"Kita bisa mencontoh model Italia yang pernah sukses menerapkan kebijakan tax amnesty," tegas dia.
Sebelum menjalankan tax amnesty, pemerintah Italia mengirimkan intelijen untuk melacak keberadaan uang, aset maupun harta kekayaan warga negaranya di luar negeri. Alhasil, kebijakan tax amnesty mampu menarik dana hingga US$ 80 miliar.
Indonesia, kata Darussalam, perlu mencontek model lain yang diterapkan Argentina saat menjalankan tax amnesty.
Pemerintah Argentina mematok tebusan deklarasi harta kekayaan di luar negeri sebesar 8 persen. Sedangkan untuk repatriasi, pemerintah Argentina membagi tarif dalam tiga bentuk investasi.
"Kalau kita mau repatriasi di Indonesia, tebusan pajak berdasarkan waktunya, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan. Sedangkan di Argentina, kalau repatriasi dan masuk ke infrastruktur, tebusan 1 persen, masuk ke investasi surat berharga tarif tebusan 3 persen, dan di luar investasi itu tarifnya 1,3,6 persen," tutur dia.
Namun demikian, disarankan Darussalam, Indonesia jangan terlibat perdebatan panjang tarif tebusan kebijakan pengampunan pajak. "Jangan sampai diskusi panjang lebar supaya tarif yang ditetapkan adil, tapi justru peminatnya tidak ada. Ini tidak pas," jelasnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi sebelumnya mengungkapkan, kebijakan pengampunan pajak bukan hal baru lagi bagi Indonesia. Negara ini sebelumnya telah mengimplementasikan dua kali kebijakan pengampunan pajak, yakni pada periode 1964 dan 1984. Sayangnya, eksekusi dua kali tax amnesty ini mengalami kegagalan.
"Pada 1964, tujuan tax amnesty untuk mengembalikan dana revolusi. Saat itu, Presidennya Soekarno dan implementasinya dilandasi Keputusan Presiden (Keppres). Tidak berhasil karena ketika tax amnesty disahkan 1964, lalu muncul Gerakan 30 September PKI pada 1965," jelasnya.
Kemudian pelaksanaan tax amnesty kedua pada 1984. Ken bilang, tujuan pengampunan pajak saat itu adalah memperbaiki sistem perpajakan dari sistem official assessment menjadi self assessment. Dan harus berakhir dengan kegagalan lantaran sistem perpajakan belum terbangun.
"Sekarang tax amnesty ketiga, tujuannya supaya masyarakat berinvestasi. Kalau investasi masuk menyerap tenaga kerja, meningkatkan daya beli, dan menciptakan objek pajak baru. Dengan begitu, otomatis penerimaan pajak nantinya bisa meningkat," katanya.
Dalam pengampunan pajak kali ini, sambung Ken, Ditjen Pajak tidak terlalu berharap banyak untuk mendongkrak penerimaan pajak. Seperti diketahui, pemerintah hanya menargetkan potensi penerimaan pajak yang masuk dari kebijakan tersebut sekitar Rp 60 triliun. Parahnya lagi sampai sekarang, pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak bersama DPR masih tarik ulur sehingga terancam makin mundur.
"Penerimaan pajak bukan dari tax amnesty. Itu nanti saja lah. Makanya kita berharap pembahasan semakin cepat semakin baik, karena ingin investasi bertambah," ujarnya.
Dengan tujuan dan diperkuat dengan sistem perpajakan yang semakin mumpuni, Ken optimistis, kebijakan pengampunan pajak akan berhasil kali ini. "Mudah-mudahan (berhasil). Karena kita ingin supaya investasi masuk. Itu saja," tegas Ken. (Fik/Nrm)