Komite Etik Munas Golkar Tunggu Fatwa KPK Soal Mahar Rp 1 Miliar

Penjelasan KPK nantinya bisa menjadi pemahaman terhadap semua kader partai agar persoalan 'Mahar' caketum jelas aturannya.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 04 Mei 2016, 02:37 WIB
Bakal calon ketua umum Partai Golkar, Ade Komarudin (peci hitam) saat menghadiri kegiatan sosialisasi Panitia Pengarah Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (2/5/2016). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komite Etik Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar, Lawrance Siburian memastikan pihaknya sudah mengirimkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menggelar pertemuan.

Bahkan, ia mengaku bakal segera mendatangi kantor lembaga antirasuah tersebut untuk berkonsultasi terkait kewajiban calon Ketua Umum Golkar menyumbang Rp 1 miliar untuk gelaran Munaslub.

"Surat kita sudah kirim dan saya akan ke KPK nanti. Kita sudah minta waktu mereka supaya (konsultasi). Lebih cepat lebih baik," kata Lawrance Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelli Murni, Jakarta Barat, Selasa (3/5/2016).

Lawrance berharap, penjelasan KPK nantinya bisa menjadi pemahaman terhadap semua kader partai. Meski demikian, ia menyebut Ketua Komite Etik, Fadel Muhammad telah bertemu secara informal dengan Pimpinan KPK.

"Supaya itu jadi pemahaman bagi semua (kader). Pertemuan informal sudah, Pak Fadel Muhammad juga sudah dengan Ketua KPK dan kita sudah minta waktu langsung untuk berkonsultasi untuk mencegah politik uang," ujar dia.

Terkait pernyataan KPK yang menyebut iuran Rp 1 miliar bagi calon Ketua Umum Golkar adalah bentuk nyata politik uang, ia sendiri mengamininya. Bahkan Lawrence menyebut politik uang bisa merusak demokrasi.

Karena itu, lanjut Lawrence, jika nantinya KPK merekomendasikan untuk penghapusan 'mahar' Rp 1 miliar, maka aturan tersebut tidak akan diberlakukan.

"Kalau dibatalkan (iuran) untuk semua, biar tidak ada diskriminasi. Itu perlu, karena kalau tidak gimana kita bisa mencegah korupsi di parlemen," tandas Lawrence.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya